Blogroll

Cute Plant Dancing Kaoani/* Start http://www.cursors-4u.com */ body, a:hover {cursor: url(http://cur.cursors-4u.net/anime/ani-10/ani920.ani), url(http://cur.cursors-4u.net/anime/ani-10/ani920.png), progress !important;} /* End http://www.cursors-4u.com */

jam digital

Free Blog Content - Animated Calendars
Rss

Wednesday, March 20, 2013

Hadits tentang nasehat


BAB II
PEMBAHASAN
            Hadits I
عن سهيل عن عطاء بن يزيد عن تميم الداري أن النبي صلى الله عليه وسلم قال الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْناَ لِمَنْ قاَلَ ِللهِ وَلِكِتاَبِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)
Dari Suhail dari ‘Atha’ bin Yazid dari Tamim Al-Dari bahwasanya Nabi SAW. pernah bersabda: Agama itu nasehat. Kami berkata bagi siapa ? Nabi menjawab : “Bagi Allah, kitab-kitabNya, rasulNya dan pemimpin umat Islam serta umat Islam seluruhnya. (Muslim)[1]
Makna Mufradat
·      الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ: pondasi dan tiang agama adalah nasehat.
·      النَّصِيْحَةُ: nasehat, secara bahasa bermakna tulus atau murni. Kata ini kemudian menjadi istilah yang bermakna: setiap kata yang diucapkan atau diredaksikan dengan maksud baik kepada orang yang dinasehati.
·      للهِ: Tuhan Maha Suci dari nasehat manusia. Oleh karena itu, menurut Khaththabi hakekat nasehat kepada Allah kembali kepada manusianya sendiri, dan maknanya berpaling. Nasehat kepada Allah berarti mengimaniNya dengan tulus, tidak menyekutkanNya, menyifatiNya dengan Maha Kesempurnaan dan Maha Tinggi, menjalankan semua perintahNya, serta tidak bermaksiat.
·      وَلِكِتاَبِهِ: “dan nasehat kepada kita-kitabNya” yaitu semua kitab yang diturunkan Allah swt. dengan membenarkan berita-beritanya, membelanya, serta mendakwahkannya.
·      وَلِرَسُوْلِهِ: “dan nasehat kepada rasulNya” dengan cara mengimani risalahnya, jujur dalam mengikuti beliau, melaksanakan syari’atnya serta menjauhi larangannya.
·      وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ : “dan nasehat kepada para pemimpin muslim” dengan cara mentaati dalam kebenaran serta total dalam loyalitas.
·      وَعَامَّتِهِمْ: “dan nasehat kepada umat muslim secara keseluruhan” dengan cara membimbing untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, mendatangkan kebaikan untuk mereka, menolong mereka, menjaga mereka dari marabahaya serta amar ma’ruf nahi mungkar.

Hadits II
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِم (رواه مسلم)
Dari Jariri ia berkata: aku pernah berbai’at kepada Rasulullah SAW. untuk mendirikan shalat, membayar zakat dan menasehati setiap muslim. (Muslim)[2]

Makna Mufradat
·           بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: pada riwayat ini Jarir menceritakan proses bai’atnya kepada rasul dengan menyebutkan tiga hal. Apabila diteliti, redaksi dan penyebutan hal yang dibai’atkan kepada nabi saw. berbeda dari masing-masing sahabat, hal ini menurut para ulama dikarenakan tidak terdapat redaksi khusus yang ditentukan syara’, oleh karenanya tergantung situasi dan hal yang perlu ditekankan oleh masing-masing sahabat tersebut.
·           وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ: menasehati setiap muslim baik yang dekat maupun yang jauh serta laki-laki ataupun perempuan.


A.    Pengertian Nasehat
Ibnu Manzur menjelaskan bahwa secara etimologi nasehat diambil dari kata “an-nashihah.” Kata an-nashihah berasal dari kata an-nushhu yang memiliki beberapa pengertian:
1. Al-Khulush berarti murni, seperti dalam kalimat : alkhaalisu minal ‘asali ‘Madu yang murni’.[3] Perkataan dan perbuatan yang murni (bersih) dari kotoran dusta dan khianat adalah bagaikan madu yang murni (bersih) dari lilin.[4]
2. ‘al-Khiyathah/al-Khaith’ berarti ‘menjahit/ menyulam dengan jarum’.[5] Perbuatan seseorang yang menyampaikan nasehat kepada saudaranya yang melakukan kesalahan demi kebaikan saudaranya, adalah bagaikan orang yang menjahit/menyulam baju yang robek/berlubang sehingga baik kembali dan layak dipakai.[6]

Adapun menurut istilah syar’i, Ibnu Al-Atsir menyebutkan, “Nasehat adalah sebuah kata yang mengungkapkan suatu kalimat yang sempurna, yaitu keinginan (memberikan) kebaikan kepada orang yang dinasehati. Makna tersebut tidak bisa diungkapkan hanya dengan satu kata, sehingga harus bergabung dengannya kata yang lain.”[7]
Hal tersebut di atas, semakna dengan defenisi yang disampaikan oleh Imam Khaththabi. Beliau berkata, “Nasehat adalah sebuah kata yang jami‘ (luas maknanya) yang berarti mengerahkan segala yang dimiliki demi (kebaikan) orang yang dinasehati. Ia merupakan sebuah kata yang ringkas, namun luas maknanya. Tidak ada satu kata pun dalam bahasa Arab yang bisa mengungkapkan makna dari kata nasehat ini, kecuali bila digabung dengan kata lain.”[8]
Sedangkan menurut Abu Bakar Abdul Qahir ibnu Abdurrahman Al-Jurjan, beliau menyatakan bahwa nasehat adalah mengajak orang lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan.
B.     Macam-macam Nasehat
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim tentang nasehat; yaitu “Agama (Islam) itu adalah nasehat”, maka dapat diambil kesimpulan bahwa agama dan nasehat sifatnya korelatif. Dalam hal ini, ada dua pendapat. Pertama, Khaththabi berkata, “Maksudnya adalah bahwa tiang (yang menyangga) urusan agama ini adalah nasehat. Dengannya, agama ini akan tegak dan kuat”. Kedua, Ibnu Hajar berkata, “Boleh jadi (kalimat ini) bermakna mubalaghah (melebihkan suatu perkara). Maksudnya bahwa sebagian besar agama ini isinya adalah nasehat. Hal ini serupa dengan hadits: ‘Haji itu Arafah’.
Bisa jadi pula bermakna sebagaimana lahirnya lafal tersebut, yakni tidak lain agama ini adalah nasehat, karena setiap amalan yang dilakukan oleh seseorang tanpa ikhlas maka hal itu bukan termasuk bagian agama.”[9]
                        Macam-macam nasehat dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.      Nasehat bagi Allah
Yang dimaksud dengan nasehat bagi Allah ini, yaitu beriman kepada-Nya semata dengan tidak mempersekutukan diri-Nya dengan sesuatu apapun, meninggalkan segala bentuk penyimpangan dan pengingkaran terhadap sifat-sifat-Nya, mensifati-Nya dengan segala sifat kesempurnaan dan kebesaran, mensucikan-Nya dari segala kekurangan, mentaati-Nya dengan tidak bermaksiat kepada-nya, cinta dan benci karena-Nya, bersikap wala’ (loyal) kepada orang-orang yang mentaati-Nya dan membenci orang-orang yang menentang-Nya, memerangi orang-orang yang kufur terhadap-Nya, mengakui dan mensyukuri segala nikmat dari-Nya, dan ikhlas dalam segala urusan, mengajak dan menganjurkan manusia untuk berperilaku dengan sifat-sifat di atas, serta berlemah lembut terhadap mereka atau sebagian mereka dengan sifat-sifat tersebut.
Khaththabi berkata, “Hakekat idhafah (penyandaran) nasehat kepada Allah sebenarnya kembali kepada hamba itu sendiri, karena Allah tidak membutuhkan nasehat manusia”. [10]
2.      Nasehat bagi Kitab Allah
Yang dimaksud dengan nasehat bagi kitab Allah, yaitu mengimani bahwa kitab Allah adalah Kalamullah (wahyu dari-Nya) yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya yang tidak serupa sedikit pun dengan perkataan makhluk-Nya, dan tiada seorang makhluk pun yang sanggup membuat yang serupa dengannya, mengagungkannya, membacanya dengan sebenar-benarnya (sambil memahami maknanya) dengan membaguskan bacaan, khusyu’, dan mengucapkan huruf-hurufnya dengan benar, membelanya dari penakwilan (batil) orang-orang yang menyimpang dan serangan orang-orang yang mencelanya, membenarkan semua isinya, menegakkan hukum-hukumnya, menyerap ilmu-ilmu dan perumpamaan-perumpamaan (yang terkandung) di dalamnya, dan mengambil ibrah (pelajaran) dari peringatan-peringatannya.
Memikirkan hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, mengamalkan ayat-ayat yang muhkam (yang jelas) disertai dengan sikap taslim (menerima sepenuh hati) ayat-ayat yang mutasyabih (yang sulit), yakni bahwa semuanya dari Allah, meneliti mana yang umum (maknanya) dan mana yang khusus, mana yang nasikh (yang menghapus hukum yang lain) dan mana yang mansukh (yang dihapus hukumnya), menyebarkan (mengajarkan) ilmu-ilmunya dan menyeru manusia untuk berpedoman dengannya, dan seterusnya yang bisa dimasukkan dalam makna nasehat bagi Kitabullah.[11]
3.      Nasehat bagi Rasulullah
Yang dimaksud dengan nasehat bagi Rasulullah, yaitu membenarkan kerasulan beliau, mengimani segala yang beliau bawa, mentaati perintah dan larangan beliau, membela dan membantu (perjuangan) beliau semasa beliau hidup maupun setelah wafat, membenci orang-orang yang membenci beliau dan menyayangi orang-orang yang loyal kepada beliau, mengagungkan hak beliau, menghormati beliau dengan cara menghidupkan sunnah beliau, ikut menyebarkan dakwah dan syariat beliau, dengan membendung segala tuduhan terhadap sunnah beliau tersebut, mengambil ilmu dari sunnah beliau dengan memahami makna-maknanya, menyeru manusia untuk berpegang dengannya, lemah lembut dalam mempelajari dan mengajarkannya, mengagungkan dan memuliakan sunnah beliau tersebut, beradab ketika membacanya, tidak menafsirkannya dengan tanpa ilmu, memuliakan orang-orang yang memegang dan mengikutinya. Meneladani akhlak dan adab-adab yang beliau ajarkan, mencintai ahli bait dan para sahabat beliau, tidak mengadakan bid‘ah terhadap sunnah beliau, tidak mencela seorang pun dari para sahabat beliau, dan makna-makna lain yang semisalnya.[12]
4.      Nasehat bagi Para Imam/Pemimpin Kaum Muslimin
Yang dimaksud dengan nasehat dalam hal ini, yaitu membantu dan mentaati mereka di atas kebenaran. Memerintahkan dan mengingatkan mereka untuk berdiri di atas kebenaran dengan cara yang halus dan lembut. Mengabarkan kepada mereka ketika lalai dari menunaikan hak-hak kaum muslimin yang mungkin belum mereka ketahui, tidak memberontak terhadap mereka, dan melunakkan hati manusia agar mentaati mereka.
Imam al-Khaththabi menambahkan, “Dan termasuk dalam makna nasehat bagi mereka adalah shalat di belakang mereka, berjihad bersama mereka, menyerahkan shadaqah-shadaqah kepada mereka, tidak memberontak dan mengangkat pedang (senjata) terhadap mereka –baik ketika mereka berlaku zhalim maupun adil-, tidak terpedaya dengan pujian dusta terhadap mereka, dan mendoakan kebaikan untuk mereka. Semua itu dilakukan bila yang dimaksud dengan para imam adalah para khalifah atau para penguasa yang menangani urusan kaum muslimin, dan inilah yang masyhur”. Lalu beliau melanjutkan, “Dan bisa juga ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan para imam adalah para ulama, dan nasehat bagi mereka berarti menerima periwayatan mereka, mengikuti ketetapan hukum mereka (tentu selama mengikuti dalil), serta berbaik sangka (husnu zh-zhan) kepada mereka”.[13]
5.      Nasehat bagi Kaum Muslimin Umumnya
Artinya, membimbing mereka menuju kemaslahatan dunia dan akhirat, tidak menyakiti mereka, mengajarkan kepada mereka urusan agama yang belum mereka ketahui dan membantu mereka dalam hal itu baik dengan perkataan maupun perbuatan, menutup aib dan kekurangan mereka, menolak segala bahaya yang dapat mencelakakan mereka, mendatangkan manfaat bagi mereka, memerintahkan mereka melakukan perkara yang ma’ruf dan melarang mereka berbuat mungkar dengan penuh kelembutan dan ketulusan, mengasihi mereka, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda dari mereka, diselingi dengan memberi peringatan yang baik (mau‘izhah hasanah), tidak menipu dan berlaku hasad (iri) kepada mereka, mencintai kebaikan dan membenci perkara yang tidak disukai untuk mereka sebagaimana untuk diri sendiri, membela (hak) harta, harga diri, dan hak-hak mereka yang lainnya baik dengan perkataan maupun perbuatan, menganjurkan mereka untuk berperilaku dengan semua macam nasehat di atas, mendorong mereka untuk melaksanakan ketaatan dan sebagainya.[14]

C.    Adab-Adab dalam Pemberian Nasehat
Dalam penyampaian  nasehat, terdapat beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh seorang penasehat.  Di antaranya adalah sebagai berikut:
1.         Menurut Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ialah dengan cara rahasia antara orang yang mensehati dan yang dinasehati karena hal itu lebih membekas.
2.         Dalam QS. An-Nahl: 125 terdapat beberapa macam metode dakwah yang dapat dikaitkan dengan nasehat:
1.        Dengan al-hikmah: yaitu memberi nasehat dengan kata-kata yang bijak sesuai dengan tingkatan kepandaian mereka.
2.        Al-mau’izhah: yaitu uraian yang menyentuh hati yang mangantarkan kepada kebaikan.
3.        Jidal: memberi nasehat dengan cara dialog yang baik dan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil yang diakui mereka. Tujuannya agar lawan debat menerima kebenaran.
3.          Dalam memberi nasehat terkadang nabi memberi nasehat dengan cara berkhutbah di mimbar, namun beliau tidak pernah menyebutkan nama orang-orang yang dinasehati khawatir justru mempermalukan mereka.
4.          Dalam QS. Al-‘Ashr: 3 umat muslim diperintahkan untuk: pertama, saling menasehati dalam kebenaran. Menurut para ulama yang dimaksud kebenaran itu ialah saling mengingatkan tentang wujud, kuasa dan keesaan Allah swt. Kedua, saling menasehati dalam kesabaran, yaitu menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang lebih baik.
5.          Meluruskan Niat sebelum Menasehati
Luruskan niat sebelum menasehati seseorang supaya tidak ada yang merasa disakiti. Janganlah menasehati seseorang itu karena ingin menunjukkan kitalah orang yang benar, tetapi tegurlah karena ingin mengajak sahabat ke jalan yang benar.
6.      Ikhlas dalam Memberikan Nasehat
Ikhlaslah menasehati saudara semuslim semata-mata karena Allah. Seharusnya seorang yang ingin memberikan nasehat itu perlulah bersih dari segala bentuk niat yang bersifat pribadi karena ia akan memberi kesan ke atas nasehat yang ingin diberikan.
Pemberi nasehat hanya mengharapkan ridha Allah dan balasan di akhirat. Ia menyampaikan nasehat bukan karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi, riya (ingin dipuji orang lain) dan sum'ah (menceritakan kebaikannya kepada orang lain).
7.      Berdasarkan Ilmu
Memberi nasehat dengan ilmu merupakan sebuah keharusan dalam arti menguasai materi yang akan dinasehatkan. Tanpa didasari ilmu, bisa jadi seseorang akan menasehati dengan hal-hal yang munkar dan justru melarang yang makruf (baik). 
8.         Menjaga Ukhuwah Semasa Menasehati
Diusahakan supaya menasehati saudaranya dengan tidak diketahui orang lain. Sebagian ulama berkata,“Barangsiapa yang menasehati seseorang dan hanya ada mereka berdua, maka itulah nasehat yang sebenarnya. Barangsiapa yang menasehati saudaranya di depan banyak orang, maka yang demikian itu mencela dan mencelakan orang yang dinasehati.” Islam mengajar umatnya supaya mempunyai akhlak yang tinggi. Dalam hal menasehati juga terdapat perkara ini. Ini menunjukkan bahawa Islam amat menjaga hati dan maruah orang yang dinasehati supaya tidak berlaku perpecahan karena perkara nasehat.
9.         Memberikan Nasehat dengan Tutur Kata yang Baik
Pemberi nasehat wajib memiliki akhlak yang lemah lembut dan santun dalam menyampaikan nasehat. Hal ini diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS saat berdakwah kepada Fir’aun. ''Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.'' (QS Thaha:44).
Hendaknya pemberi nasehat menggunakan bahasa yang halus dan menegur hanya untuk perkara-perkara yang salah. Kadang-kadang kita sering menggunakan perkataan yang sangat buruk untuk menyampaikan nasehat kita. Dalam ceramah-ceramah dan kuliah-kuliah yang berbentuk menasehati, kita lebih gemar menyatakan bahwa orang lain salah, seolah-olah mereka yang melakukan perkara tersebut sangat jahat dan sudah tiada ruang untuk bertaubat. Seharusnya selaku seorang pendakwah, nasehat adalah senjata utama yang perlu digunakan sebaik mungkin.
10.     Memikirkan Cara Terbaik untuk Menasehati Saudara
Sebelum memberikan nasehat, setidaknya kita mengenali terlebih dulu saudara yang akan kita nasehati itu. Nasehatilah mereka dengan kasih sayang dan jadilah sebahagian dari mereka, karena dari situ kita akan tahu apa puncanya mereka begitu.
Pemilihan cara yang tepat memegang peranan penting dalam pemberian nasehat. Cara memberi nasehat berbeda-beda sesuai dengan situasi, kondisi dan kepribadian seseorang. Dalam banyak keadaan, manusia justru membutuhkan nasehat melalui keteladanan dari seorang figur.  Perlu diperhatikan juga bahwa menasehati anak-anak berbeda dengan menasehati orang dewasa.
11.      Memberi Waktu dan Kesempatan
Beri waktu dan kesempatan kepada saudara yang dinasehati untuk mengubah sifat buruk/ kesalahan yang dilakukannya. Manusia perlukan masa untuk berubah, jangan memaksa mereka untuk berubah mendadak, ia bukan dalam lingkungan tugas seorang pendakwah. Dalam berdakwah perlu akan sifat sabar dan berserah kepada Allah. Jadilah orang yang sentiasa mengharap pertolongan Allah dan jangan mudah putus asa atas nasehat yang diberikan, karena hal itu mungkin merupakan salah satu ujian yang telah ditentukan oleh Allah untuk menguji kesabaran seseorang.
12.     Bersabar dalam Menerima Konsekuensi
Si pemberi nasehat harus bersabar bila orang itu tidak bersedia menerima nasehatnya. Syekh Al-Mishiri, mengingatkan bahwa nasehat yang paling utama adalah nasehat untuk diri sendiri. ''Dia harus menasehati diri sendiri sebelum menasehati orang lain,'' tuturnya. Mereka yang menipu dirinya sendiri, tidak bisa diharapkan dapat menasehati orang lain. Allah SWT mencela orang-orang yang memerintahkan kebaikan kepada orang lain, namun dia sendiri tidak melaksanakannya.
D.    Manfaat Pemberian Nasehat
Terdapat banyak manfaat yang dapat diambil dari pemberian nasehat, baik bagi pemberi nasehat maupun orang yang dinasehati. Manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
A.    Manfaat Nasehat bagi Pemberi Nasehat
1.    Mendapat Pahala yang Berlipat Ganda dari Allah
Seseorang yang memberikan nasehat kepada orang lain akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah swt. Hal ini dikarenakan: pertama, ia telah menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya dengan jalan menegur atau menasehati orang lain. Kedua,  ia juga mendapatkan pahala dari orang yang dinasehati apabila orang yang dinasehati melaksanakan nasehat yang disampaikan.
2.         Melatih Diri untuk Bersabar
Seseorang yang memberikan nasehat tidak lantas memberikan nasehatnya begitu saja, akan tetapi seseorang penasehat harus mampu mempersiapkan dirinya atas segala dampak yang ditimbulkan dari pemberian nasehat tersebut. Seperti halnya apabila orang yang dinasehati tidak melakukan apa yang dinasehatkan kepadanya, atau orang yang dinasehati malah berbalik menghujat si penasehat karena orang dinasehati merasa benar dan tidak mau melihat kesalahan dirinya.
3.    Menyebarkan syi’ar Islam
Termasuk manfaat yang terdapat dalam pemberian nasehat yaitu tersebarnya syi’ar Islam yang dilakukan oleh orang yang memberikan nasehat. Dengan demikian, orang yang memberikan nasehat baik secara langsung maupun tidak langsung telah menjalankan perintah Allah berupa penyebaran syi’ar-syi’ar Islam.
4.          Tolong Menolong diantara Sesama Muslim
Dalam pemberian nasehat, terkandung sikap tolong-menolong diantara sesama muslim. Dalam hal ini, Allah SWT memang menganjurkan umatNya untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
5.         Meningkatkan Solidaritas (Silaturrahmi)
Saat seseorang tengah memberikan nasehat kepada saudaranya, disadari atau tidak ia telah membangun solidaritas diantara sesamanya. Dengan begitu satu sama lain diantara mereka nantinya akan dapat saling menasehati apabila secara khilaf berbuat kesalahan. Betapa indahnya Islam apabila setiap muslim dapat saling menasehati satu sama lain, selain ukhuwah Islamiyah terjaga, mereka juga dapat menjaga kelestarian ajaran-ajaran Islam.
B.  Manfaat Nasehat bagi Orang yang Dinasehati
1.      Bahan Evaluasi dan Retrospeksi
Nesehat bagi seseorang sangatlah penting eksistensinya, yang mana nasehat tersebut bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi diri (introspeksi) dan juga sebagai bahan retrospeksi, yakni memperbandingkan dirinya dengan orang lain dan mengubah atau memperbaiki hal-hal yang kurang benar yang terdapat dalam dirinya.
2.      Berupaya untuk Lapang Dada dalam Menerima Nasehat
Seseorang yang sedang dinasehati oleh saudaranya mau tidak mau harus berupaya untuk lapang dada dalam menerima segala bentuk nasehat yang berikan. Seseorang yang memberikan nasehat tentunya bertujuan untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang lebih baik. Oleh karena itu, dengan sikap lapang dada seseorang akan lebih mudah tergugah untuk berupaya mengikuti nasehat yang diberikan.

3.      Berupaya untuk Menjadi Insan yang Lebih Baik
Tujuan inti dari pemberian nasehat tidak lain adalah untuk menggugah seseorang mengintrospeksi dirinya, berupaya semaksimal mungkin untuk tidak melakukan kesalahan yang pernah diperbuatnya dan menjadikan dirinya sebagai insan yang lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada seorang pun yang menginginkan saudaranya condong berubah menjadi seseorang yang lebih buruk.[15]
Terkadang berat memang untuk melawan ego saat seseorang tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan suatu kesalahan. Akan tetapi, saat orang tersebut menyadari bahwa penilaian yang sejati tidak datang dari dirinya, yakni orang lain yang berada di sekitarnya, maka orang tersebut akan lebih mudah dalam menerima nasehat dari orang lain. Kesimpuan akhir yang dapat dipetik, yaitu untuk apa mempertahankan ego pribadi jika yang akan didapat nantinya hanyalah ke-stagnan-an diri. Oleh karena itu, penting sekali substansinya untuk menerima nasehat orang lain demi memperbaiki kualitas diri.


[1] Syekh Al-Islam Muhyi Ad-Dari, Riyadh As-Shalihin, Jilid 1, (Surabaya: Nurul Huda, 1949), hlm. 107.
[2] Ibid.
[3] Ibnu Manzhur, Lisanul-Arab, Jilid 2, (Jakarta: Darul Hadits, 2001), hlm. 616.
[4] Ibnu Taimiyah,  I‘lamu l-Hadits, Jilid 1, (Jakarta: Darul Ma’arif, 2000), hlm. 190.
[5] Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, Jilid 1, (Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2002),  hlm. 167.
[6] Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid 2, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2002),  hlm. 33.
[7] Ibnu Rusyd Al-Qurthubi, Bidayatul Mujtahid WA Nihayatul Muqtashid, Jilid 5, (Mesir: Dar Al-Hadits, 1999), hlm. 62.
8 Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), hlm. 32-33.


[9] Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani,  loc. cit. hlm. 167.


[10] Imam Muslim, loc. cit. hlm. 33.
[11] Ibnu Taimiyah, loc. cit. hlm.  191-192.
[12] Ibid.

[13] Ibnu Taimiyah, loc. cit. hlm.
[14] Imam Muslim, loc.cit.  hlm. 193.
[15] Abu Syahidah,  Menjadi Remaja Paling Mulia, (Jakarta Timur: Gen Mirqat, 2008), hlm. 106.

1 comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Translate