Terjemah Adabul
Alim wal Muta’allim
Muqaddimah
بسم الله الرحمن
الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan atas junjungan kita Muhammad SAW; utusan yang paling
mulia diantara para utusan Allah, dan sekaligus sebagai nabi penutup akhir
zaman, juga atas para keluarganya yang bagus, dan para sahabat beliau yang
suci. Amin…
Ammaa Ba’du, telah
diriwayatkan dari siti ‘Aisyah r.a. dari Rasululloah SAW beliau bersabda
“Kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah memberikan anaknya nama-nama yang
bagus, memberikan air susu (menyusui) yang bagus kepada anaknya, dan memberikan
didikan budi pekerti yang baik kepada anaknya”.
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin ra., ia berkata: “Para sahabat dan
para tabi’in mereka semua mempelajari petunjuk, sebagaimana mereka mempelajari
ilmu pengetahuan”.
Diriwayatkan dari Hasan Al Bashri ra.Ia berkata: “Bahwasanya ada
seorang lelaki keluar dari tempat tinggalnya untuk mendidik jiwanya dalam
beberapa tahun.
Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah ra. bahwasanya Rasulullah
itu merupakan timbangan yang agung. Pada pribadi beliau ditampakkan beberapa
hal yang pantas dicontoh;budi pekerti, tindak-tanduk dan
petunjuk-petunjuknya.Adapun segala perilaku yang sesuai dengan kepribadian
beliau, maka hal itu dianggap benar, sedangkan yang tidak sesuai dengan prilaku
beliau, maka dianggap salah.
Diriwayatkan dari Habib Al-Syahid, ia berkata kepada putranya:
“Bertemanlah engkau dengan orang-orang yang ahli fiqh (orang yang sangat paham
dalam bidang agama: penj), pelajarilah budi pekerti dari mereka, karena hal itu
lebih aku cintai dari pada engkau banyak mempelajari ilmu hadits”.
Ruwaim berkata: “Wahai anakku! Jadikanlah ilmumu ibarat garam
(yang tersebar dilautan) dan jadikanlah budi pekertimu ibarat (tepung yang
berterbangan didaratan)”.
Imam Ibnu Al Mubarak ra. Berkata: “Kami lebih membutuhkan
budi pekerti yang sedikit daripada yang banyak”.
Imam Syafi’i suatu ketika pernah ditanya: “Bagaimana pengakuanmu
terhadap budi pekerti?. Beliau menjawab: “Aku mendengarkan perhuruf darinya,
sehingga semua anggota tubuhku menjadi senang, sesungguhnya seluruh anggota
tubuhku mempunyai pendengaran yang bisa menikmatinya. Kemudian beliau ditanya
lagi, bagaimana cara engkau mencari budi pekerti itu?”.Beliau menjawab:”Aku mencarinya
ibarat orang perempuan yang kehilangan anaknya, kemudiania mencarinya.Sementara
ia tidak mempunyai orang lain selain anak itu.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tauhid itu mengharuskan adanya suatu
keimanan. Barangsiapa yang tidak beriman, maka berarti ia tidak bertauhid.Iman
juga mengharuskan adanya syari’at.Barang siapa yang tidak bersyari’at, maka
berarti ia tidak beriman dan juga tidak bertauhid.Syari’at juga mengharuskan
adanya budi pekerti budi pekerti.Barang siapa yang tidak mempunyai budi pekerti,
maka ia tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid (kepada Allah
SWT).
Apa yang telah disampaikan oleh para
Nabi dan para ‘ulama’ semuanya merupakan ketentuan yang sangat
jelas,kata–kata yang dikuatkan dengan nur ilham yang mampu menerangkan
tentang betapa luhurnya kedudukan budi pekerti, juga menjelaskan bahwa semua
perbuatan yang bersifat keagamaan, baik yang bersifat bathiniyah maupun
lahiriyah, baik ucapanmaupun perbuatan, hal itu tidak akan dianggap sebagai
amal, kecuali apabila perbuatan tersebut dibarengi dengan budi pekertiyang
baik,sifat-sifat yang terpuji dan akhlaq yang mulia.Karena menghiasi amal
perbuatan dengan budi pekerti yang baik diwaktu sekarang itu merupakan tanda
diterimannya amaldi saat nanti.Di samping itu juga,budi pekerti yang baik
sebagaimana dibutuhkan oleh pelajar (santri) ketika iabelajar, seorang guru
juga membutuhkannya ketika sedang dalam proses belajar mengajar.
Ketika derajat akhlaq sudah mencapai pada tingkatan ini,
sementara ketentuan kreteria akhlaq secara detail belumlah jelas, maka apa yang
aku lihat, yaknikebutuhan para pelajar akan budi pekerti dan susahnya
mengulang-ulang untuk mengingatkan kesalahan akhlaq mereka, telah mendorong aku
untuk mengumpulkan risalah ini sebagai pengingat pribadiku sendiri khususnya
dan umumnya orang-orang yang memiliki wawasan dangkal. Kemudian aku beri nama
risalah ini dengan nama “Adab al Alim Wa al Muta’allim”, semoga dengan risalah
ini, Allah memberikan manfaat dalam kehidupan ini dan setelah mati nanti.
Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menguasai segala kebaikan.
BAB 1
Kutamaan Ilmu Dan
Ulama SertaKeutamaan Proses Belajar Dan Mengajar
Allah berfirman:
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين
أوتوا العلم درجات
“ Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantara engkau dan orang –orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “ (Q.S. Al-Mujadalah : 10).
Artinya Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang
ahli dalam bidang keilmuan), sebab mereka sanggup memadukanantara ilmu
pengetahuan dan pengamalannya
Ibnu Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’ itu jauh diatas
orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua
derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun”.
Allah berfirman:
شهد الله أنه لا إله إلا هو و
الملائكة وأولو العلم …الاية
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memulai firmannya dengan
menyebutDzatnya sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan ketiga kalinya
menyebutorang-orang yang memiliki ilmu
pengetahuan.
Cukuplah bagimu berpegang teguh pada ketiga hal ini untuk
memperoleh untuk memperoleh kemulyaan, keutamaan dan keagungan.
Allah berfirman:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“ sesungguhnya dari
hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para ‘ulama”.(Q. S. Al-Fathir
: 28)
Dan Allah juga berfirman:
- إن الذبن أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم
خير البرية
- جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من
تحتهاالانهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه
7. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluq“.
8.“Balasan mereka disisi Tuhan mereka
adalah surga and yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal
didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha
kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhanya” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8 ).
Dua ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah orang-orang
merasa takut kepada Allah.Orang yang merasa takut kepada Allah adalah termasuk
sebaik-baik makhluq. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
mereka adalah sebaik-baik makhluq.
Rasulullah bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barang siapa yang
dikehendaki baik oileh Allah , maka allahakan memberikan kefahaman terhadap
ilmu fiqh” .
Rasulullah juga bersabda:
ألعلماء ورثة الأنبياء , وحسبك بهذه
الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف
فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة
”‘Ulama’ adalah pewaris para Nabi, cukuplah
bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagunaan dan kebanggaan
diri.Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan dan
panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat
kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan
warisantingkatan tersebu”t.
Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena pengamalanitu
adalah buah dari ilmu itu sendiri, fungsi dari pada umur dan bekal untuk
akherat nanti.
Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia.Barang
siapa yang tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan orang–orang yang
merugi.
Suatu ketika di samping Rasulullah disebutkan ada dua orang
laki-laki, yang pertama adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua adalah
orang yang ahli ilmu. Kemudian Rasulullah berkata: “Keutamaan orang yang
berilmu dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku
melebihi kalian semua”.
Rasulullah SAW bersabda :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و
مسلمة,و طالب العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر
“Mencari ilmu
adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki danperempuan.Orang yang
mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi
ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا
لطلب العلم صلت عليه الملائكة وبورك له في معيشته
“Barang siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari
ilmu, maka para malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya“.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر
حج تام
“Barang siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk
kemasjid, sementara dia tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari
kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan, maka berhak memperoleh pahala seperti
pahalanya orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”.
Rasulullah SAW bersabda:
ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين
المسبحة والتي تليها شريكان في الاجر ولا خير في سائر الناس بعد
“Orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang
mempelajarinya seperti ini dari ini.Nabi mengumpulkan antara dua jari telunjuk,
jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling bersekutu dalam hal
kebaikan, dan tidak ada satupun kebaikan di kalangan seluruh manusia setelah
proses belajar dan mengajar.
Rasulullah S.A.W bersabda :
أغدعالما أومتعلما أو مستمعا أو محبا لذلك
ولا تكن الخامس فتهلك
“Jadilah engkaupengajar atau pelajar
atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi
orang kelima, karena hal itulah engkau akan binasa.
Rasulullah SAW bersabda :
تعلمواالعلم وعلموه الناس
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu
kepada manusia lainnya”.
Rasulullah SAW bersabda:
إذا رأيتم رياض الجنة فارتعوا فقيل
يا رسول الله وما رياض الجنة, حلق الذكر
“Apabila
kalian semua melihat taman-taman surga, maka tempatilah!.Kemudian dikatakan, “WahaiRasulullah?
apa yang dimaksud dengan taman surga itu?”.Beliau menjawab: “Taman surga
itu adalah taman yang digunakan untuk diskusi atau pertukaran ilmu”.
Imam Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah
majlis-majlis yang digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana
cara engkau melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat,
bagaimana cara engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji yang
sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau
mencerai isteri dan lain sebagainya”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا العلم واعلمول به
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا العلم وكونوا من أهله
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahlinya
“.
Rasulullah SAW bersabda:
يوزن يوم القيامة
مداد العلماء ودم الشهداء
“Pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta
(karya-karya) para ulama’ dan darah orang yang mati syahid”
Rasulullah SAW bersabda:
ما عبد الله بشيء أفضل من فقه في الدين ,
ولفقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد
“Allah tidak akan disembah dengan sesuatu yang lebih utama
dari pada faham dalam ilmu fiqih (agama), karena sesungguhnya satu orang yang
ahli dalam bidang ilmu fiqh itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang
yang ahli ibadah (tanpa ilmu fiqh)“.
Rasulullah SAW bersabda:
يشفع يوم القيامة ثلاثة
الأنبياء ثم العلماء ثم لشهداء
“Ada tiga orang yang berhak memberikan syafa’at kepada
orang lain nanti pada hari kiamat, yaitu: para nabi, para ulama dan para
syuhada”.
Dan diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat
berdiri diatas mimbar yang terbuat dari cahaya (nur)”.
Imam Al Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam permulaan
catatan kakinya, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Barang siapa yang
mencintai ilmu dan para ulama’, maka semua kesalahanya tidak akan ditulis
selama hidupnya”.
Ia juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي, فمن
صلى خلف نبي فقد غفر له
“Barang siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim, maka
seakan-akan ia melakukan shalat dibelakang Nabi.Dan barang siapa yang melakukan
shalat dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra,
disebutkan bahwa menghadiri tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi ilmiah
itu lebih utama dari pada melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu),
menyaksikan seribu jenazah dan menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa seorang laki-laki
tentunya akan keluar dari rumahnya,sementara dia mempunyai banyak dosa yang
menyamai besarnya gunung Tihamah.Ketika ia mendengar orang alim, maka iamerasa
takut dan ia kemudian bertaubat dari perbuatan dosanya, kemudian ia kembali
kerumahnya dalam keadaan besih dari dosa, oleh karena itu janganlah kalian
berpisah dari tempat–tempat para ulama’, karena sesungguhnya Allah menciptakan
sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang lebih mulia dibandingkan dengan tempat
yang digunakan diskusi para alim ulama.
Imam Al Syarmasahy Al Maliki
mencuplik sebuah hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm Al Dlurar”:”Diriwayatkan dari nabi SAW, beliau
bersabda: “Barang siapa yang mengagungkan orang alim, maka sesungguhnya ia
telah mengagungkan Allah SWT, dan barang siapa yang telah meremehkan orang
alim, maka berarti ia telah meremehkan Allah dan RasulNya.
Sahabat Ali Karramhullah wajhah telah berkata: “Cukuplah dengan
ilmu kemulyaan dapat diperoleh, walaupun yang mengakui seseorang yang tidak
pernah melaksanaknnya. Dan cukuplah dengan kebodohan kehinaan itu diperoleh,
walaupun seseorang berusaha membebaskan diri dari kebodohan itu”. Kemudian
beliau menyanyikan sebuah lagu:
Cukuplah kemuliaan
diperoleh dengan ilmuwalaupun yang mengakui (hanyalah) orang bodoh#
Dan ia akan gembira
jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.
Dan cukuplah
kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku #
Dijaga bila aku
dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah
Ibnu Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah
mengirimkan surat kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi dari
surat tersebut adalah sebagai berikut: “Wahai anakku bergegang teguhlah pada
ilmu pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang miskin maka ilmu itu akan
menjadi harta, dan ketika engkau menjadi orang kaya, maka ilmu itu akan menjadi
perhiasan”.
Wahb bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu
bermacam-macam;
- Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu
orang yang rendahan.
- Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
- Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di
daerah jauh.
- Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
- Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah
diri.
Kemudian ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:
Ilmu itu akan
mengantarkan suatu kaum pada puncak kemulyaan #
Orang yang
mempunyai lmu itu akan terjaga dari kerusakan.
Hai orang yang
mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau mengotorinya #
Dengan
perbuatan-perbuatan yang merusak,karena tidak ada pengganti terhadap
sebuah ilmu.
Ilmu itu mengangkat
sebuah rumahyang tak bertiang #
Bodoh itu
merobohkan sebuah rumah keluhuran dan kemulyaan.
Abu Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para ulama’ dibumi itu
seperti bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit.Jika
bintang-gemintang itu tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan petunjuk
karenanya.Tetapi jika bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka
kebingungan karenanya.
Kemudian ia menyaikan sebuah syair lagu dalam memaknainya:
Tempuhlah ilmu di
manapun ilmu itu berada #
Dari ilmu,
bukalah setiap orang yang mempunyai pemahaman terhadap ilmu
Ilmu berguna untuk
menerangi hati dari kebutaan #
Dan menolong agama,
di mana perintah menolong adalah kewajiban.
Pergaulilah para
periwayat ilmu, dan temanilah para pilihan mereka #
Maka, persahabatan
dengan mereka adalah sebuah hiasan, dan bercampur dengan
mereka adalah sebuah keberuntungan.
Janganlah engkau
palingkan kedua pandanganmu dari mereka, sesungguhnya mereka #
Ibarat
bintang-gemintang yang menjadi petunjuk, bila satu bintang hilang, maka
muncul bintang yang lain.
Demi Allah,
seandainya ilmu tidak ada, niscaya hidayah tak akan tampak #
Dan tak tampak pula
tanda-tanda perkara yang ghaib
Ka’ab Al Akhbar berkata: “Seandainya pahala tempat diskusi
tampak pada manusia, niscaya mereka akan saling membunuh berebut pahala,
sehingga para pemimpin meninggalkan pemerintahannya dan para Bos pasar
akan meninggalkan pasarnya.
Sebagian ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian adalah
akal, sedangkan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.
Sebagian ulama’ salaf yang lain juga berkata: “Ilmu itu sebagai
pengaman dari tipu daya setan,juga sebagai benteng dari tipu daya orang yang
dengki dan sebagai petunjuk akal”.
Kemudian ia menyanyikan sebuah syair lagu tentang maknanya:
Alangkah bagusnya
akal dan alangkah terpujinya orang yang berakal#
Alangkah jeleknya
kebodohan dan alangkah tercelanya orang bodoh.
Tak ada ucapan
seseorang yang pantas dalam suatu perdebatan #
Kebodohan itulah
yang akan merusaknya pada hari nanti ketika ia ditanya.
Ilmu adalah sesuatu
yang paling mulia yang diperoleh seseorang #
Orang yang tidak
berilmu , maka ia bukanlah laki-laki.
Wahai saudara
kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah #
Ilmu itu merupakan
sebuah perhiasan bagi orang yang benar-benartelah mengamalkannya.
Diriwayatkan dari Muadz Bin Jabal ra. ia berkata: “Pelajarilah
ilmu pengetahuan, karenamempelajarinya adalah suatu kebajikan, mencarinya
adalah suatu ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad,
menyerahkannya adalah upaya pendekatan diri kepada Allah SWT dan mengajarkannya
kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah.
Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang
mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang dikerajaan langit
sebagai orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang
paling tinggi disisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan di
antara hamba-hambaNya.Mereka itulah para nabi dan para ulama’”.
Ia juga mengakatan: “Di dunia ini seseorang tidak akan diberi
sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak ada
sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari pada ilmu
pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya:”Dari siapa perkataan ini?”.Ia
menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.
Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli fiqh
yang selalu mengamalkan ilmunyabukan sebagai kekasih Allah, niscaya Allah tidak
akan mempunyai seorang wali”.
Ibnu al Mubarak ra. berkata:”Seseorang itu masih dianggappandai
selama iamencari ilmu.Apabila ada seseorang menganggap bahwa dirinya pandai,
maka ia benar-benar telah bodoh”.
Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan
orang alim, sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau mendengar
orang yang sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang lebih muda
darinya.
Sufyan Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata ada
dimana-mana.Pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi, bencana
yang menimpa manusia banyak.Sedangkan musibah masalah keagamaan sekarang ini
lebih banyak lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang besar, namun
kematian para ‘ulama merupakan peristiwa yang lebih besar. Sesungguhnya hidup
orang alim itu adalah rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya agama Islam
menyebabkan suatu cacat”.
Dalamkitab Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ad sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia berkata: “Aku mendengar
dari Rasulullah, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu
dengan cara mencabut ilmu tersebut dari manusia, akan tetapi Allah mencabut
ilmu dari muka bumiini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang para ulama’,
sehingga jika seorang alim sudah tak tersisa, masyarakat mengangkat para
pemimpin yang bodoh. Maka ditanyalah pemimpin-pemimpin itu(tentang masalah
keagamaan), kemudian mereka memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu
pengetahuan, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”.
FASHAL
Semua hal yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu
dan orang yang memiliki ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan
ilmunya, berkepribadian baik dan bertakwa yang bertujuan untuk memperoleh
keridhaan Allah SWT, dekat dihadapanNyadenganmendapatkan surga yang penuh
dengan kenikmatan.Bukanlah orangyang ilmunya dimaksudan untuk tujuan-tujuan
duniawi, yakni jabatan, harta benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
Telah diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mencari ilmu
untuk menjatuhkan para ulama’, atau berdebat dengan para ahli fiqh atau
bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah akan memasukkannya ke
dalam api neraka” (H.R. Al Turmudzi ).
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mempelajari ilmu
yang seharusnya dicari hanya karena Dzat Allah, tetapi bia tidak mempelajarinya
kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, maka ia tidak akan
mendapatkanaroma surgawi”.
Juga diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang mecari ilmu karena
selain Allah atau menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah tempat duduknya dari
api neraka.
Juga diriwayatkan beliau; “Pada hari kiamatnanti akan didatangkan
seorang alim, kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga ususnya
terburai keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar didalam neraka
laksana keledeiyang berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk
ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: “Apa yang menyebabkanmu seperti
ini?.Ia menjawab: “Aku memerintahkan orang lain agar melakukan kebaikan,
tetapiakusendiri tidak melakukannya dan aku melarang orang lain agar tidak
melakukan perbuatan yang buruk, sementaraaku sendiri melakukannya”.
Diriwayatkan dari Bisyr ra.: “Allah memberikan wahyu kepada Nabi
Dawud as.:”Janganlah engkau jadikan antara aku dan engkauada seorang yang alim
yang terfitnah, sehingga sifat takkaburnya (sombong) menjauhkan dirimu untuk
mencintai aku. Mereka itu adalah orang yang pekerjaanya menghadang
hamba-hambaku ditengah jalan”.
Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah
untuk bertaqwa.Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan
bertaqwa kepadaAllah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat dan niat orang yang
mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu itu digunakanuntuk
mencapai perolehanhal-hal duniawi; berupa harta atau jabatan, maka pahala orang
yang mencari ilmu itu benar-benar telah terhapus dan ia benar-benar telah
dengan kerugian yang amat sangat.
Al Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata:”Para ulama’ yang fasiqdan
orang–orang yang hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan nanti pada hari
kiamat mereka akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya orang yang
menyembah berhala”.
Al Hasan al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu pengetahuan
adalah hati yang mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang
mati?.Ia menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan
perbuatan-perbuatan akhirat”.
BAB KEDUA
Akhlaq pelajar (santri) pada dirinya sendiri
Etika pelajar terhadap dirinya sendiri ada sepuluh macam, yaitu:
Pertama,Harus mensucikan
hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa
dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal
itu dilakukan supaya ia pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya,
meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat”.
Kedua, Harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari
ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk
menerangi hati, menghiasi batin dan mendekatakn diri kepada Allah SWT.
Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi
pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan temansaingan, biar dihormati
masyarakat dan sebagainya.
Ketiga, Harus berusaha
sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa
umurnya.Jangan sampai tertipu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak
berangan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin
diganti ataupun ditukar”. Seorang pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang
merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara yangbisa menghalangi
kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap kemampuan dan
bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan.Maka sesungguhnya hal itu
akanmenjadi pemutus jalan proses belajar.
Keempat, Harus menerima
apa adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa
makanan atau pakaian dan sabar atas kehudipan yang berada dibawah garis
kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta
mengumpulkan morat-maritnyahati akibat terlalu
banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber hikmah akan
mengalir kedalam hati.
Imam Al Syafi’i telah berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak
akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang
luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu
dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi
pelayan para ulama’, dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan.
Kelima, Harus bisa membagi seluruh waktu dan menggunakannya setiap
kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya.
Waktu yang paling ideal dan baik digunakan oleh para
pelajar:Waktu sahur digunakan untuk menghafalkan. Waktu pagi digunakan untuk
membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk menulis. Waktu malam
digunakan untuk meninjau ulangdan mengingat pelajaran.
Sedangkan tampat yang paling baik digunakan untuk menghafalkan
adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa
membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran didepan tumbuh-tumbuhan,
tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan ditempat-tempat yang ramai.
Keenam, Harus mempersedikit makan dan minum, karena apabila perut dalam
keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat.
Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat
dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu
banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair:
Sesungguhnya
penyakit yang kau saksikan itu kebanyakan #
Timbul dari makanan
dan minuman
Sedangkan sehatnya hati itu terhindar dari perbuatan lacur,
melampaui batas dan sombong, dan tidak tampak seorangpun dari para kekasih
Allah, para pemimpin ummat dan para ulama’ yang terpilih yang bersifat atau
mempunyai ciri seperti itu; banyak makan dan tidak akan terpuji karenanya.
Banyak makan akan menjadihanya pada binatang yang tidak berakal dan
dipersiapkan untuk bekerja.
Ketujuh, Harusmengambil
tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari
perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap
keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman,
pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya
terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil
kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan
padatempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab–sebabnya, karena Allah
menyukai kemurahan –kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai
ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.
Kedelapan,Harus mempersedikit
makan yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya
panca indra, seperti buah apel yang masam, kacang sayur, minum cuka’, begitu
juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal
fikiran dan memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan
dan yang lain sebagainyaSeyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang
menyebabkan lupa secara khusus seperti memakan makanan yang telah dimakan
tikus, membaca tulisan di maesan (pathok pekuburan), masuk di antara dua ekor
unta yang ditarik dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.
Kesembilan, Harus berusaha
untuk mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal
pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari
semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (dua puluh empat jam). Jika
keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya waktu
dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk melakukannya.Apabila ia merasa
terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat
terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan,
bersantai ke tempat-tempat hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak
menyia-nyiakan waktu.
Kesepuluh, Harus
meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi
pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jeniskhususnyajika terlalu banyak
bermain dan sedikit menggunakan akal fikiran, karena watak dari manusia adalah
banyak mencuri kesempatan (nyolongan).Bahaya dari pergaulan adalah
menyia-nyiakan umur tanpa guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul
bersama orang yang tidak beragama.Jika ia membutuhkan orang yang bisa
menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah,
wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan,
memilki harga diri yang baik, sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan).Jika ia
lupa, maka temannya mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya
telah menolongnya.
BAB KETIGA
Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya
Akhlaq orang yang menuntut ilmu ketika bersama–sama dengan
gurunya ada dua belas macam budi pekerti, yaitu :
Pertama,
Berangan-berangan, berfikir yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah,
kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya.
Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam
bidangnya, ia juga mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga
diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seorang guru.Ia juga seorang yang
bagus metode pengajaran dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’
salaf: “Ilmu iniadlah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil
atau belajar agama kalian”.
Kedua,
Bersungguh-sungguh dalam mencari seorang guru, ia termasuk orang yang mempunyai
perhatian khusus terhadap ilmu syari’at dan termasuk orang-orang yang dipercaya
oleh para guru-guru pada zamanya, sering diskusi serta lama dalam perkumpulan
diskusinya, bukan termasuk orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan makna
yang tersurat dalam sebuah teks dan tidak dikenal guru-guru yang mempunyai
tingkat kecerdasan tinggi. Imam kitaAl-Syafi’i berkata: “Barang siapa yang
mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna–makna yang tersurat saja, maka ia
telah menyia-nyiakan beberapa hukum”.
Ketiga, Menurutterhadap
gurunya dalam segala hal dan tidak keluar dari nasehat-nasehat
danaturan-aturannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan muridnya itu
ibarat pasien dengan dokter spesialis. Sehingga ia minta resep sesuai dengan
anjurannyadan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ridhanya terhadap
apa yang ia lakukan dan bersungguh sungguh dalam memberikan penghormatan
kepadanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melayaninya.
Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa merendahkan diri di hadapan gurunya
merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada gurunya merupakan kebanggaan dan
tawadlu’ dihadapannyamerupakan keterangkatanderajatnya.
Empat, Memandang guru
dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan
berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan
seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya.Abu Yusuf berkata: “Aku
mendengar para ulama’ salaf berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah
(I’tiqad) keyakinan tentang kemulyaan
gurunya, maka ia tidak akan bahagia. Maka bagi pelajarjangan memanggil guru
dengan menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan
memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: ” yaa sayyidi” , wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika seorang
guru tidak berada ditempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan
sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang
memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang di
ucapkan pelajar:”Al Syekh Al Ustadz berkata begini,begini“atau “guru kami berkata”dan lain sebagainya.
Kelima, hendaknya pelajar
mengetahu kewajibannya kepada gurunya dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya,
keagungannya dan kemulyaannya, serta selalu mendoakan kepada gurunya baik
ketika beliau nmasih hidup atau setelah meniggal dunia.
Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan oerang-orang
yang beliau kasihi, dan selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu
berziarah kemakam belaiu untuk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama
beliau, selalu menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk
kepada orang lain yangmembutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu
menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya
baik dalam masalah agama atau dalam masalah keilmuan, dan menggunakan budi
pekerti sebagaimana yang telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia,
tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
Enam, pelajar harus
mengekang diri , untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah
gulana, marah, murka atau budi pekerti, prilaku beliau yang kurang
diterima oleh santrinya.
Hendaklah hal tersebut tidak
menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan ia harus
mempunyai keyakinan, i’tiqad bahwa seorang guru
itu mempunyai derajat yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsiri
, menakwili semua pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dn dilakukan oleh
seorang guru bahwasanya yang benar adalah kebalikannya , dengan pena’wilan dan
penafsiran yang baik.
Apabila seorang guru berbuat kasar kepada santrinya, maka yang
perlu dilakukan pertamakali adalah dengan cara meminta ampuan kepada guru dan
menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari kerilaan, ridha dari gurunya,
karena hal itu akan lebih mendekatkan diri pelajar untuk mendapatkan kasih
akung guru ?
Delapan, apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia
duduk dihadapannya dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh
diatas kedua lututnya (seperti duduk pada tahiyat awal) atau duduk seperti
duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawadlu’ , rendah
diri, thumakninah (tenang ) dan khusu’.
Sang santri tidak diperbolehkan melihat kearah gurunya (kyai)
kecuali dalam keadaan dharurat, bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus
menghadap kearah gurunya dengan sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan
penuh perhatian, selanjutnya ia harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa
yang beliau sampaikan sehingga gurunya tidak perlu lagi untuk mengulagi
perkataannya untuk yang kedua kalinya.
Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah
kiri atau melihat kearah atas kecuali dalam keadaan dlarurat, apalagi gurunya
sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
Pelajar tidak diperbolehkan membutat keaduhan sehingga sampai
didengar oleh sang kyai dan tidak boleh memperhatikan beliau, santrijuga
tidak boleh mempermainkan ujung bajunya, tidak boleh membuka lengan bajunya
sampai kedua sikutnya, tidak boleh mempermainkan beberapa anggota tubuhnya ,
kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya, tidak boleh membuka mulutnya, tidak
boleh menggerak-gerakkan giginya, tidak boleh memukul tanah atau yang lainya
dengan menggunakan telapak tanganya ayau jari-jari tanganya, tidak boleh
mensela-selai kedua tangannya dan bermain-main dengan mengunakan sarung dan
sebagainya.
Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak
diperbolehkan menyandarkan dirinya ketembok, ke bantal, juga tidak boleh
memberikan sesiuatyu kepada nya dari arah samping atau belakang, tidak boleh
berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya atau sampingnya.. Santri
juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu yang lucu, sehingga
menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada sang guru,
berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sangat jelek, dan menampakkan
prilaku dan budi pekerti yang kurang baik dihadapan gurunya.
Santri juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal
yang kelihatan sangat menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi
sesuatu ketika ia berada dihadapan gurunya.
Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga
membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras,
tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak boleh membuang ludah, mendehem selama
hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan
maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Ia tidak boleh membuang ludah
atau mengeluarkan riya dari mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya
itu dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung bajunya
untuk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut.
Apabila pelajar sedangbersin , maka
hendaknya berusaha untuk memelankan sauranya dan menutupi wajahnya dengan
menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka mulut karena
menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia
menutupu mulutnya dan berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).
Sebagai pelajar ketika sedang berada dalam sebuah pertemuan,
dihadapan teman, saudara hendaknya memekai budi pekerti yang baik, ia selalu
menghormati para sahabtnya, memulyakan para pemimpin, pejabat, dan teman
sejawatnya, karena menampakkanbudi pekerti yang baik kepada mereka, berarti ia
telah menghormati para kyainya, dan menghormati pada majlis (pertemuan).
Hendaknya ia juga tidak keluar dari perkempulan mereka, majlis dengan cara maju
ataupun mundur kearah belakang, santri (pelajar ) juga tidak boleh berbicara
ketika sedang berlangsung pembahasan sebuah ilmu dengan hal-hal yang
tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan
sesuatu yang bisa memutus pembahas ilmu.
Apabila sebagian santri (orang yang mencari ilmu) itu berbuat
hal hal yang idak kita inginkan ( jelek ) terhadap salah seorang , maka ia
tidak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yang melakukan
hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada santri yang lain
utnuk melakukannya.
Apabila ada seseorang yang melakukan hal-hal yang negatif
terhadap seorng syaikh, maka kewajiban bagi jamaah adalah membentak orang
tersebut dan tidak menerima orang tersebut dan membantu syaikh dengan kekauatan
yang dimiliki (kalau memungkinkan).
Pelajar tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan sebuah
permasalahan atau menjawab beberapa persoalan, kecuali ia mendapai idzin dari
sang guru.
Termasuk sebagaian dari mengagungkan seorang kyai adalah santri
tidak boleh duduk-duduk disampingnya, diatas tempat shalatnya, diatas tempat
tidurnya. Seandainya sang guru memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka
jangan ia sampai melakukannya, kecuali apabila sang guru memang memaksa dan
melakukan intimidasi kepada santri yang tidak mungkin untukmenolaknya, maka
dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan untuk menuruti perintah sang guru,
dan tidak ada dosa. Namun setelah itu ia harus berprilaku sebagaimana biasanya,
yaitu dengan menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
Dikalangan orang banyak telah timbul sebuah pertanyaan, manakah
diantara dua perkara yang lebih utama, antara menjunjung tinggi dan berpegang
teguh pada perintah sang guru namun bertentangan dengan akhlaqul karimah dengan
menjunjung tinggi-tinngi nilai-nilai akhlaq dan me;lupakan perinyah sang guru
?.
Dalampermasalahan ini, menurut pendapat yang paling tinggi
(rajih) adalah hukumnya tafsil; apabila perintah yang diberikan oleh guru
tersebut bersifat memaksa sehingga tidak ada kemungkinan sedikitpun untuk
menolaknya, maka hukumya yang paling baik adalah menuruti perintahnya, namun
bila perintah itu hanya sekedarnya dan bersifat anjuran , maka menjunjung
tinggi nilai moralitas adalah diatas segala-galanya, karena pada satu
waktu guru diperbolehkan untuk menampakkan sifat menghormati dan perhatian
kepada santrinya (murid) sehingga akan wujud sebuah keseimbangan
(tawazun) dengan kewajiban-kewajibannya untuk menghormati guru dan berprilaku,
budi pekerti yang baik tatkala bersamaan dengan gurunya.
BAB EMPAT
Akhlaq Pelajar Terhadap Pelajarannya.
Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus ia
pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya. Mengenai
hali ini ada sepuluh etika, yaitu :
Satu, Hendaknya pelajarmemulai
pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga
pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan
yaitu:
a. Pelajar harus mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang
mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan. Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa Allah
SWT itu ada, mempunyai sifat dahulu, kekal serta tersucikan dari sifat-sifat
kurang dan mempunyai sifatsempurna.
b.Cukuplah bagi pelajar untuk mempunyai keyakinan, bahwa
Dzat Yang Maha Luhur mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu, hidup,
mendengar, melihat, kalam. Seandainya ia menambahnya dengan dalil atau
bukti-bukti dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka itu merupakan kesempurnaan ilmu.
c.Ilmu fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahu ilmu–ilmu
syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil syara’ tafsily. Ilmu ini merupakan
suatu ilmu pengetahuan yang mampu mengantarkan kepada pemiliknya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT (taat ), dimulai dari cara-cara bersuci,
shalat, puasa.
Apabila pelajar (murid) termasuk
orang-orang yang mempunyai harta melimpah (min jumlatil
agniya’ ) maka ia harus mempelajari ilmu yang
mempunyai kaitan dengan harta tersebut , ilmu ekonomi ,iqtishad. Ia tidak diperbolehkan untuk
mengamalkan, mengimplementasikan, mengejawantahkan sebuah ilmu sebelum ia
mengerti tentang hukum-hukum Allah.
Kempat, ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang
keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu daya
nafsu dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Secara keseluruhan Imam Al Gazali
telah menyebutkan keempat macam ilmu tersebut dalam kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga telah di sebutkan oleh Sayyid
Abdullah bin Thahir dalamkitab “SULLAM AL TAUFIQ”.
Dua, Setelah santri
mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah
selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah (tafsir
Al Qur’an) sehingga ia mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang sangat kuat.
Ia harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an dan
beberapa ilmu yang lain, karena Al Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu
pengetahuan yang ada di muka bumi dan sekaligus induk dan ilmu yang paling
penting, setelah itu hendaknya ia menghafalkan setiap materi, ilmu yang
pembahasannya tidak terlalu panjang, bertele-tele (ikhtishar) yang dikumpulkan
dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul fiqh, nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang dijalani oleh pelajar
dalam mencari ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca Al Qur,an ,
menjaganyha, selalu istiqamah dan selalu membacanya sebagai kegiatan
sehari-hari (wadhifah). Hendaknya ia
mampu menjaga Al qur’an setelah menghafapalkannya, karena berdasarkan dalil al
hadits yang menjelaskan tentang hal itu.
Setelah santri mampu menghafalkan Al Qur’an dengan baik, maka
hendaklah hafalan itu ditashihkan , disetorkan kepada seorang guru (kyai) untuk
disima’ dan didengar. Ketika sedang terjadi proses menghafalkan itu pelajar
sejak awal menjaga dirinya jangan sampai selalu berpegang, melihat pada
kitabnya, bahkan dalam setiap materi pelajaran semestinya ia harus berpegang
teguh pada orang-orang yang bisa memberikan pengajaran, pendidikan yang baik
terhadap materi tersebut dan lebih mengutamakan praktek.
Sebagai santri ketika berada dihadapan gurunya ia harus selalu
menjaga agamanya, menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain dan sebagainya.
…..
Tiga, sejak awal
pelajar harus bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan mengenai
hal-hal yang masih terdapat perbedaan pandangan, tidak ada persamaan
persepsi di antara para ulama’ (khilafiah ) secara mutlak baik yang
berhubungan dengan pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena
apabila hal itu masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu akan
membuat hatinya bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.
Bahkan sejak awal ia harus bisa
meyakinkan dirinya untuk berpegang pada hanya satu kitab saja dalam satu materi
pelajaran, dan bebrapa kitab pada bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila
ia mampu dengan menggunakan satu metode dan mendapat izin dari sang kyai (guru),
namun apabila sistem pengajaran yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya
menukil, memindah pendapat dari beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di
kalangan ulama’ itu sendiri sedangkan ia sendiri tidak mempunyai satu
pendapatpun, maka sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Al Gazali,
hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu karena antara manfaat dan
kerusakan (mafsadat) masih lebih
banyak kerusakannya.
Begitu juga seorng santri ketika masih dalam tahap permulaan
dalam belajar hendaknya ia menghindarikan diri mempeleajari berbagai macam
buku, dan kitab karena hal itu akan visa menyia-nyiakan waktunya dan hati tidak
biasa konsentrasi., tidak fokus pada satu pelajaran bahkan ia harus memberikan
seluruh kitab-kitab dan pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat
sampai dimana kemampuan pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan
arahan sampai pelajar yaqin, dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu juga menukil,. Memindah, meresum dari satu kitab pada
kitab yang lain tampa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena apabila hal itu
dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan dan menjadi tanda bagi
orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.
Namun apabila sang santri sudah
mempunyai basic, latar belakang kemampuan yang sudah memadai dan menukil
suatu permasalahan hanyalah untuk meningkatkan dan megembangkan kemampuan
yang ia miliki , maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak meninggalkan
satupun dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ ) karena yang bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah
SWT, semoga diberi umur panjang oleh Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).
Empat, Sebelum
menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada
orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu
tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia menghafalkannya
dengan baik dan bagus.
Setelah menghafalkan materi
pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan
taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan yang
dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang
mempunyai kemampuan dalam bidang itu, karena akan mengakibatkan ,
menimbulkan ekses yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat
tersebut. Dan telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan
itu tidak di ambul dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh
dari seorang guru karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.
Ketika sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya
pelajar mempersiapkan tempat tinta, puklpen dan pisau untuk memperbaiki dan
membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa atau i’rab.
Lima, Hendaknya pelajar
(murid) berangkat lebih awal. Lebih pagi dalam rangka untuk mencari ilmu ,
apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ia
miliki untuk menggali ilmu pengetahuan dan meneliti sanad-sanad hadits,
hukum-hukumnya, manfaat, bahasa, cerita-cerita yang terkandung didalamnya, dan
bersungguh-sungguh sejak awal dengan kitab “Shahih Bukhari “dan “Shahih Muslim” kemudian kitab-kitab pokok yang
lainya yang biasa dipakai pedoman, rujukan pada masa sekarang, seperti Muattha’nya imam Maliki dan Sunan Abu Daud,
Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya Imam Turmudzi.
Dan tidak seharusnya bagi pelajar untuk meminimalisasikan batsan-batasan
yang telah dikemukakan diatas.
Sebaik-baiknya kitab yang bisa,mampu
menolong kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam ilmu fiqh adalah
kitab “Sunan Al Kubra” Karya Abu Bakar Al
Baihaqy, karena sesungguhnya hadits merupakan salah satu dari dua sisi imu
syari’at dan sekaligus mampu menjelaskan terhadap begitu banyaknya persoalan
yang ada pada sisi yang lain (Al Qur’an) artinya adalah al Qur’an
merupakan kitab suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya
dibutuhkan alat untuk menerjemahkan isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.
Imam Al Syafi’i berkata : “Barang siapa yang mampu mempelajari
kitab hadits , maka ia akan memiliki hujjah yang sangat kuat”.
Enam, Ketika pelajar
telah mampu menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan
walaupun masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada
dan faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk
membahas kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa
mengenal rasa lelah.
Hendaknya pelajar memiliki cita-cita
tinggi, sangat luhur, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung
diangkasa, sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit,
padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu
sebanyak-banyakanya, santri tidak boleh bersifat qana’ah (menerima apa
adanya) seperti yang diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesutu walaupun
naya sedikit. Santri tidak boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu
pengetahuan dan manfaat yang sangat mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu
itu mengandung beberapa bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan
ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan
sesuatu yang lain.
Santri harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya
terhadap waktu luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan
dimasa mudanya sebelum datngnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari,
menimba ilmu pengetahuan.
Santri harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri
dengan pendangan yang penuh kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap
petunjuk-petunjuk seorang guru dalam mempelajari ilmu, karena hal itu merupakan
hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
Tokoh para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seorang
laki-laki selalu mendapat sebutan, predikat aorang yang alim bila ia selalu
belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun apabila ia telah meninggalkan belajar
dan menyangka bahawa dirinya adalah orang yang tidak membutuhkan terhadap ilmu
(merasa pinter) maka, sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh .
Tujuh, Pelajar harus
selalu mengikuti halaqah, diskusi dan musyawarah degan gurunya dalam setiap
pelajaran, kalau memungkinkan ia membacakannya. Karena hal itu apabila
dilkaukan oleh santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan
setiap sesuatu yang ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang
baik serta memdapatkan keutamaan dan kemulyaan.
Santri harus selalu bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat kepada
gurunya karena akan menghasilkan kemulyaan, penghormatan. Dan apabila
memungkinkan santri tidak boleh mengadakan diskusi, halaqah dengan gurunya
hanya untukmendengarkan pelajarannya saja, bahkan ia harus bersungguh-sungguh
dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya, dengan tekun, konsentrasi
dan penuh perhatian , apabila hal itu bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa
keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga
setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka
hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu
kemudian baru pelajaran yang lain.
Seyogianya pelajar (murid) selalu mengingat-ingat setiap
peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum diskusi dengan gurunya, beberapa
manfaat, qaidah-qaidah, definisi, batasan dan lain sebagainya . Disamping itu
pelajar hendaknya mengulangi perkataan guru ketika sedang terjadi proses
diskusi, karena mengingat–ingat sesuatu hal itu mempunyai manfaat yang sangat
luar biasa.
Al Khtaib Al Baghdadi telah berkata :
“Bahwa mudzakarah , mengingat
pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu malam hari. Sekelompok
jama’ah rombongan dari ulama’ salaf mereka memulai mudzakarah mulai setelah isya’, mereka
tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut selama
belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman yangbisa
untuk diajak mudzakarah, meingat–ingat
pelajaran, maka hendaknya ia melakukannya pada diriny sendiri, ia mengulangi
makna atau arti dari setiap kata/ lafadz yang ia dengar dalam hatinya supaya
menancap dan membekas dalam lubuk hatinya. Karena mengulangi makna, arti dalam
hati itu sama dengan mengulangi kata atau lafadz pada lisan. Namun sangat
sedikit sekali orang-orang yang tidak menggunakan akal nya untuk berfikir
bisa memperoleh kebahagiaan, wabil khusus dihadapan gurunya,
terkadang menggunakan akal dan terkaang meninggalkannya , lantas tidak
membiasakan diri untuk menggunakan kekuatan otak yang dimiliki.
Delapan, Apabila
pelajar menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan
salam kepada orang telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa mereka
dengar dengan jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan memberikan
penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan. Begitu juga apabila santri
keluar dari forum tersebut.
Apabila pelajar mengucapkan salam pada sebuah forum, maka ia
tidak diperkenankan melewati orang–orang yang ada di tempat tersebut untuk
mendekat pada sang kyai, ia duduk ditempat yang bisa di datangi oleh orang
lain, kecuali apabil sang kyai, para jama’ah yang lain memintannya untuk maju
kedepan, maka tidak ada masalah apabila santri itu maju dengan melewti orang
terlebih dahulu hadir pada majlis tersebut.
Pelajar tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain atau
berdesak-desakan dengan sengaja, apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri
itu untuk menempati tempat duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada
kemaslahatan, kebaikan yang diketahui oleh orang lain, atau orang banyak
yang memproleh dan mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan
bersama-sama dengan gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri)
termasuk orang yang mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah
pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan dlarurat, duduk diantara dua
orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di atas orang yang
lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri.
Hendaknya pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika
membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran dri satu arah supaya
ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan, materi pelajaran
bisa utuh dan tidak terganggu.
Sembilan, Pelajar hendaknya
tidak segan-segan, tidak perlu malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya
sangat musykil, sulit dan memahami
setiap sesuatu yang belum ia fahami dengan baik dan benar dengan menggunakan
bahasa yang lembut, halus, baik perkataanya, dan menggunakan sopan santun
. Suatu ketika pernah dikatakan bahwa : “Barang siapa dari roman mukanya tampak
rasa malu untuk menanyakan sesuatu , maka akan tampak kekeurangannya ketika
berkumpul dengan orang lain”.
Mujahid r.a. berkata : “Orang yang mempounyai sifat malu dan
orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu pengetahuan”.
‘Aisyah r.a. telah berkata : “Semoga Allah mengasihi pada
perempuannya kaum anshar, karena sifat malu mereka mencegahnya dalam
memepelajari ilmu agama”.
Ummu Sulaim, istri Rasulullah berkata : “Sesungguhnya Allah tida
akan pernah malu terhadap sesuatu yang hak, benar, apakah terhadap orang
perempuan yang mempunyai suami yang memandikannya ketika istrinya bermimpi
mengeluarkan air sperma ?.
Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada
tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya atau ia mengerti dengan
memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab,
maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan
kebetulan salah, maka santri tidak boloeh menolaknya seketika.
Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak malu-malu
untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu mengucaokan kata-kata
seperti ini : “Aku belum faham”, apabila ia ditanya oleh gurunya ,
apakah engkau faham ? sedangkan ia sendiri belum faham.
Sepuluh, Bila dalam
belajar santri menggunakan sistem Sorogan, suatu metode belajar
dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan diperhatikan oleh
ustadznya, maka ia harus harus menuggu gilirannya dengan tertib, tidak
mendahului peserta yang lain kecuaili apabila ia mengizinkannya.
Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu ketika
ada seorang lelaki dari sahabat anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya
mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi seorang laki-laki dari Bani Tsaqib
kepada beliau, juga bertujuan yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau,
kemudian nabi SAW menjawab : “Wahai saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku
akan memulai mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi,
sebelum kedatanganmu, Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih
dulu disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri,
karena untuk menghormatinya.
Begitu juga bagi orang yang datang belakangan apabila mempunyai
kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih awal mengerti
akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan. Atau ustadz
memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena adanya kemaslahatan,
kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh dengan
cara datang lebih awal pada majelis, forum yang dipakai oleh ustadz untuk
melakukan transformasi keilmuan. Dan hak yang diiliki oleh seseorang tidak akan
pernah gugur sebab perginya orang tersebut karena sesuatu yang bersifat
dlarurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui wudlu’ dengan ketentuan
apabila ia kembali pada tempat semula.
Apabila ada dua orang yang saling mendahului atau saling rebutan
tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau ustadz yang menentukan mana yang
lebih dulu berhak menempatinya, apabila salah satunya melakukan perbuatan yang
baik.
Sebelas, Menjaga kesopanan
duduk dihadapan ustadz ketika mengikuti kegiatan belajar dan juga harus
memperhatikan kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai, diterapkan oleh
ustadz dalam mengajar.
Santri hendaknya kitab ustadznya yang hendak dibacanya
bersama-sama dengan kitabnya sendiri dan membawanya dengan kedua tangannya dan
tidak boleh meletakkan kitabnya ustazd di atas tanah dalam keadaan terbuka
ketika hendak dibacanya. Bahkan sang santri harus membawa dengan tangannya
sendiri, ia tidak diperbolehkan membaca kitab ustazd kcuali atas izin beliau,
disamping itu sang santri tidak boleh membaca kitab ketika hati sang ustadz
sedang kalut, bosan, marah, susah dan sebagainya.
Apabila ustazd memberikan izin, maka santri sebelum
membaca kitab hendaknya membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat kepada
nabi saw, keluarganya, para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada ustazdnya,
orang tua para gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin semuanya. Dan memintakan
rahmat kepada allah untuk pengarang kitab ketika membacanya.
Dan apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka hendaklah ia
mengucapkan kata-kata : mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua, guru-guru
kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan oleh santri
semuanya dikhusukan untuk gurunya.
Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga
mendoakan terhadap ustazdnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal hal yang
telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena kebodohannya sendiri,
maka hendaknya ustazd mengingatkan terhadap santri tersebut, mengajarinya, dan
mengingatkannya, karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting.
Dua belas, Menekuni
pelajaran secara seksama dan perhatian dan tidak berpindah pada pelajaran yang
lain sebelaum pelajaran yang pertama bisa difahami dengan baik, tidak boleh
pindah baik dari negara ke negara yang lain, atau dari satu madrsah kemadrasah
yang lainkecuali darurat dan ada keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal
itu akan menimbulkan berbagai macam persoalan, membuat hati menjadi resah,
gundah dan menyia-nyiakan waktu dengan percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya santri selalu pasrah dan berserah diri kepada Allah,
ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi, permusuhan dan bertentangan
dengan seseorang, menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli dalam
hal bicara, ahli kerusakan, maksiat dan orang-orang yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap (pengangguran). Karena berdampinganag, hidup bertangga dengan
orang-orang seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang
belajar hendaknya menghadap kearah kiblat, banyak mengamalkan, melakukan
tradisi-tradisi rasululah SAW, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan
diri dari doanya orang yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak
shalat dengan segala kekhusukan.
Tiga belas, Bersemangat dalam
menggapai kesuksesan dengan diwujudkan pada akegiatan-kegiatan yang
positif dan bermanfaat serta berpaling dari keresahan yang mengganggu,
meringankan biaya. Selain itu santri juga harus membentuk hasil-hasil
pendidikanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga pada dirinya,
sehingga ilmu itu bisa membawa berkah dan bersinar serta mendapat pahala yang
luar biasa.
Bagi orang-orang yang tidak mampu mewujudkan, implementasi, maka
berarti ia tidak memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh memilki ilmu, maka
ilmunya kurang bermanfaat.
Hal-hal seperti itu telah banyak diuji cobakan oleh sekelompok
ulama’ salaf. Ilmu yang dimiliki oleh santri hendaklah hal itu tidak membuat
dirinya menjadi sombong, terlalu membanggakan terhadap kekuatan akal yang ia
miliki. Bahkan semestinya ia wajib bersyukur kepada Allah SWT, selalu
mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara mensyukuri secara terus
menerus, santri hendaknya menebarkan, menyebar luaskan salam , menampakkan
sifat kasih akung dan menghormatinya, serta menjaga diri dari hak-hak yang
dimilki oleh teman, saudara, baik seagama atau seaktifitas. Karena mereka
adalah orang orang yang ahli ilmu, membawa dan mencari ilmu, berusaha melupakan
terhadap segala kejelekan mereka, serta memaafkan segala kekeliruan dan
menutupi kejelekan mereka dan mensyukuri terhadap terhadap orang-orang yang
berbuat bagus dan mengampuni orang yang berbuat kejelekan.
BAB LIMA
AKHLAQ USTADZ
TERHADAP DIRI SENDIRI
Mengenai akhlaq ustazd kepada diri sendiri ada dua puluh
akhlaq, yaitu , hendaknya seorang ustazd :
Satu, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT, baik
ditempat yang sunyi atau ramai. Pengertian muraqabah ialah melihat Allah dengan
mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang dilakukan selama ini,
kemudian mengambil hikmahnya atau jalan yang terbaik bagi dirinya dengan
mempertimbangkan dan merasakan tentang adanya pemantauan Tuhan kepadanya. Salah
satu ciri muraqabah menurut Zunnun Al Misry adalah mengagungkan apa yang
diagungkan oleh tuhan dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan.
Muraqabah merupakan salah satu dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam
kesufian, selain khuf, raja’, tawadlu’, khusu’, zuhud’, dan sebagainya ( Lihat
Risalah Al Qusyairiya: 189-191 ).
Dua , Senantiasa berlaku khauf ( takut kepada Allah ) dalam
segala ucapan dan tindakanya, baik ditempat yang sunyi atau tempat ramai,
karena orang yang alaim (ustazd) adalah orang yang selalu dapat menjaga amanat,
dapat dipercaya terhadap sesuatu yang dititipkan kepadanya, baik itu berupa
ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan kebalikan dari hal
tersebut diatas dinamakan khianat. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an yang
artinya :
Janganlah kalian
semua mengkhianati terhaap Allah dan rasul-Nya dan engkau semua telah
mengkhianati terhadap amanat-amanat kalian , sedangkan engkau mengetahuinya.
Maksud dari khauf disini adalah takut terhadap kemungkinan azab
dari Tuhan, didunia atau diakhirat. Dasar yang diapaki adalah firman Allah
dalam surat Al Imran ayat 175, tujuannya adalah agar manusia bisa
mempertimbangkan tingkah lakunya. Abd. Qasin mengatakan, “ siapa yang takut
kepada sesuatu, maka ia akan berlari darinya, tetapi takut kepada Allah justru
semakin mendekati-Nya ( Risalah Al Qusyairi, 125-126 ).
Tiga, Senantiasa bersikap tenang
Empat, Senantiasa bersikap wira’i.
Wira’I menurut Ibrahim ibn Adham, adalah meninggalkan
setiap perkara subhat sekaligus meninggalkan setiap perkara yang tidak
bermanfaat yakni perkara yang sia-sia. Sedangkan menurut Yusuf ibn Abid, wara’
adalah keluar dari setiap perkara subhat dan mengoreksi diri dalam setiap
keadaan. ( Risalah Qusairi, 109-111 )
Lima, Selalu bersikap tawadlu’.
Syaikh Junaidi menyatakan bahwa, tawadlu’ adalah merendahkan
diri terhadap makhluq dan melembutkan diri kepada mereka , atau patuh kepada
kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah , hukum, dan kebijaksaan. ( Risalah
Qusairi, 145-148 ).
Enam, Selalu bersikap khusu’ kepada Allah SWT.
Salah satu isi surat yang ditulis oleh imam Malik kepada
Harus Al Rasyid adalah :” Apabila engkau mengerti tentang ilmu , maka
hendaknya engkau bisa melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh ilmu tersebut,
wibawa, tenang dan dermawa. Karena Rasulullah telah bersabda bahwa : para
ulama’ itu pewaris para nabi “.
Sahabat Umar berkata :” Pelajarilah ilmu dan pelajarilah
bersama-sama sehin gga bis menimbulkan sifat wibawa dan sifat tenang “.
Sebagian ulama’ salaf mengakatakan bahwa :” kewajiban orang-orang yang
mempunyai ilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah AWT, baik ditempat
sunyi atau ditempat ramai, menjaga terhadap dirinya sendiri, menghentikan
setiap sesuatu yang dirasa menyulitkan dirinya sendiri.
Maksud dari khusu’ di atas adalah stabilnya hati dalam menghadap
kebenaran, namun sebagian ulama yang menagatakan bahwa khusu’ adalah
membelenggu mata dari melihat sesuatu yang tidak pantas.
Tujuh, Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam
segala keadaan.
Delapan, Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai
keuntungan yang besifat duniawi, baik berupa jabatan, harta, didengar oleh
orang banyak, terkenal, lebih maju dibandingkan dengan teman yang lainnya;
Sembilan, Tidak mengagungkan santri-santri karena berasal dari
anak penguasa dunia ( pejabat, konglomerat, dan lain-lain) seperti mendatangi
mereka untuk keperluan pendidikannya atau bekerja untuk kepentingannya, kecuali
jika ada kemaslahatan yang bisa diharapakan yang melebihi kehinaan ini,
terutama guru pergi kerumah atau letempat-tempat orang yang belajar kepadanya (
santri ), meskipun murid itu mempunyai kedudukan yang angat tinggi, pejabat
tinggi dan sebagainya.
Bahkan yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah ia harus
mampu menjaga kewibawaan ilmu yang ia miliki, seperti yang telah dilakukan oleh
para ulama’ salafussalihin. Berita yang berhubungan dengan mereka sangat baik ,
tidak pernah ada berita yang mendiskriditkan mereka , karena mereka mampu
menjaga ilmunya dari godaan dunia, walaupun mereka tidak pernah mengambil jarak
terhadap para penguasa masa itu atau yang lainya.
Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, suatu ketika
beliau mendatangi raja Harun Al Rasyid untuk berkunjung kekediamannya ,
kemudian Harun Al Rasyid berkata kepadanya :” Hai Aba Abdillah, seharusnya
engkau mondar mandir ketempat tinggalku ini sehingga anak-anaka kecilku bisa
mendengarkan kitab Muattha’ darimu. Iamam Malik berkata : mudah-mudahan Allah
memberikan berkah kepadamu wahai raja Harun Al Rasyid, sesungguhnya ilmu ini
telah menyebar ditengah masyarakat.
Apabila engkau memulyakan ilmu ini maka ia akan menjadi mulia,
namun sebaliknya apabila meremehkan ilmu ini , maka ia pun akan dihina oleh
orang. Ilmu pengetahuan harus didatangi oleh orang yang mencarinya, bukan sebaliknya
ilmu yang mendatangi pelajar ( santri ), kemudian Harus Al Rasyid berkata,
engkau benar. Keluar kalian semua dimasjid-masjid sehingga kalian semuanya bisa
mendengarnya bersama orang lain.
Al Zuhry berkata :” sebuah kehinaan bagi ilmu apabila ia dibawa
olrh orang-orang yang alim kerumah-rumah muridnya, kecuali ada hal-hal yang
memaksanya, atau dalam keadaan dlarurat, serta adanya kemaslahatan yang lebih
banyak dari pada mafsadat ( kerusakan ) nya. Maka untuk memberikan ilmu
diirumah orng yang membutuhkannya tidak akan menjadi masalah ( dosa
) selam alasan atau illat tersebut masih ada. Argumentasi ini juga dipaakai
oleh sebagian ulama’ salaf untuk menyebarkan ilmu .
Secara umum dapat disimpulkan bahwa barang siapa yang
mengagungka ilmu , maka ia akan di agungkan oleh Allah SWT, dan barang siapa
yang meremehkan ilmu, maka ia akan dihina oleh Allah. Hal ini sudah banyak dan
terbukti di tengah-tengah masyarakat.
Wahb bin Munabbah telah berkata :” ulama’ sebelum kita ,
mereka semuannya merasa cukup dengan ilmu yang mereka miliki sehingga
mereka tidak membutuhkan harta dunia, karena mereka sangat mencintai terhadap
ilmu. Sedangkan orang-orang yang ahli ilmu, orang yang pandai, cendikiawan,
kaum cerdik pandai pada zaman sekarang, mereka mengabdikan ilmunya kepada
orang-orang yang bergelimangan dengan harta dunia, para konglomerat, para
pejabat, karena mereka sangat mencintai pada harta dunia mereka, sehingga
mereka menjadi orang –orang yang kaya raya namun selalu zuhud terhadap ilmu
yang ia miliki , hanya memiliki sedikit ilmu ketika mereka melihat
posisi dirinya yang tidak menguntungkan, lantas menjual ilmu demi
kemewahan harta dunia.
Dalam sebauh syair, Al Qadli Abu Al Hasan mengatakan :
……
……
Sepuluh, berakhlaq dengan zuhud terhadap harta dunia, dan hanya
mengambil sedikit dar idunia hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya semata,
tidak membahayakan terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dengan cara sderhana
dan selalu qana’ah.
Penegrtian zuhud di sini adalah menolak kesenangan atau
kecintaan. Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad Daroni zuhud adalah meninggalkan
segaka sesutau memalingkan diri dari Tuhan. Atau , mengosongkan hati dari
dorongan ingin tambah lebih dari kebutuhan dan menghilangkan ketergantungan
terhadap makhluq. Jelasnya zuhud adalah menganggap remeh terhadap dunia dan
segala perhiasan serta urusannya. Dengan hati seperti ini orang yang zuhud
tidak akan terpikat oleh persoalan duniawi dan tidak merasa sedih atas
kekurangannya , sehingga ia menjadi lebih bisa berkonsentrasi dalam zikir kepada
Allah SWT dan kehidupan akhirat.
Paling sedikit derajatnya orang yang alim (ustazd ) adalah
meninggalkan semua hal-hal yang berhubungan dengan harta duniawi dan menganggap
sebagai barang kotor, karena ia lebih mengetahui terhadap kerendahan
harta dunia, harta dunia sering menimbulkan fitnah, pertengkaran antar sesama,
cepat musnah dan untuk memperoleh harta dunia diperlukan kerja extra keras, dan
susah payah, sebagai seorang guru sudah semestinya tidak terlalu
memperhatikannya , apalagi sampai memperhatikan dan menyibukkan diri dengan
urusan dunia.
Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW, :” sungguh sangat
mulia sekali orang oramg yang bersikap qana’ah, menerima apa adanya terhadap
harta dunia,. Dan sungguh hina sekali orang yang selalu tama’, mengharapkan
terlalu berlebihan pada harta.
Diriwayatkandari syafi’I r.a. : seandainya orang
yang berwasiat hanya pada orang yang cerdas akalnya, maka niscaya wasiat
tersebut akan diarahkan, diberikan kepada orang orang yang ahli zuhud ( tapa
). Aku bersumpah pada pribadi aku sendiri : Siapakah yang lebih berhak
untuk diberi rahmat berupa kelebihan akal dan kesempurnaan akal dari pada
ulama’ .
Yahya bin Mu’az berkata:” seandainya harta dunia itu berupa mas
murni dan akhirat itu berupa pecahan genting ( kereweng ) yang bersifat abadi (
kekal ), maka niscaya orang-orang yang mempunyai akal akan lebih suka memilih
pecahan genteng yang tahan lama dari pada emas murni yang punah , hilang tak
berbekas.
Terus bagaimana jadinya sekarang, dalam kenyataan , bahwa
; harta dunia itu ibarat pecahan genting yang cepat hancur , sedangkan
akhirat ibarat mas murni yang tidak pernah hancur, kekal selama-lamanya.
Sudah sepantasnya bagi orang-orang yang mengerti, bahwa harta
dunia itu akan di tinggalkan oleh pemiiknya dan di tinggalkan pada ahli
warisnya, disamping itu banyak musibah yang menghantam, dan menimpa pada harta
benda, bahwa sifat zuhudnya mestinya lebih tinggi, kuat di abndingkan dengan
kecintaannya pada harta dunia, meninggalkkan harta mestinya lkebih
diprioritaskan dari pada mencari harta .
Sebelas, Menjauhkan diri dari usaha—usaha yang rendah dan hina
menurut watak manusia, juga dari hal-hal yang dibenci oleh syari’at atau adat
istiadat
(
kebiasaan ). Seperti berbekam ( mengeluarkan darah dari anggota badan dengan
menggunakan alat melalui kepala atau tengkuk ), menyamak kulit, penukaran mata
uang ( money Changger ), tuang membuat emas dan sebagainya.
Dua belas, Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang kotor (
maksiat ) , meskipun tempat tersebut jauh dari tempat keramaian, dan tidak
berbuat sesuatu yang dapat mengurangi sifat muru’ah ( menjaga diri dari hal-hal
yang tidak terpuji ) dan tidak diperbolehkan ukuran zahir, walupun dalam segi
bathinya di perbolehkan, karena hal itu akan menimbulakn dampak, ekses yang
kurang baik terhadap dirinya, kewibaannya, dan menjadi bahan perbincangan yang
jelek bagi orang lain sehingga menimbulkan dosa bagi orang yang
mengolok-oloknya.
Apabila hal itu terjadi hanya secara kebetulan belaka, karena
adanya hajat, keperluan atau yang lainya, maka hendaknya ia memberitahu kepada
orang yang melihatnya dan menjelaskannya tentang hukum , alasannya serta maksud
kedatangannya, sehingga orang lain tidak mersa berdosa atau menghindarkan diri
sehingga ia tidak bisa mengambil manfaat dari sebuah ilmu, dan hendaknya hal
itu bissa dipakai pelajaran bagi orang-orang yang bodoh.
Berkenaan dengan hal ini, rosulullah berkata : surtu ketika ada
dua orang laki-laki yang berpapasan dengan nabi Saw, ketika beliau bersama-sama
dengan Shafiyyah binti Huyay, kemudia meeka berdua berjalan denga pelan-pelan,
kemudian ia berkata : perempuan itu adalah Shafiyah binti Huyay. Kemudian nabi
berkata : sesungguhnya syaitan itu masuk kedalam diri manusia ( keturunan
Adam ) melewati peredaran darah, aku kuatir syaitan menjatuhkan sesuatu dalam
diri mereka berdua sehingga mereka menjadi rusak “.
Tiga belas, menjaga dirinya dengan Beramal dengan memperhatikan
syi’ar syiar islam dan zahir-zahir hukum, seperti melakukan shalat berjamaah
dimasjid, menyebarkan salam baik kepada orang khusu atau umum, amar ma’ruf nahi
munkar dan sebagianya sera sabar dalam menerima cobaan.
Berkata yang hak, mengatakn kebenaran kepada para penguasa, para
pejabat, dan sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada allah SWT dan tidak
takut kepada cercaan dan caci makian orang lain, serta terus menerus mengingat
firman Allah yang berbunyi ; Dan bersabarlah engkau atas sesuatu yang telah
menimpamu, sesungguhnya pada perkara tersebut terdapat perkara yang meguatkan.
Dan hal-hal yang telah terjadi pada rasul dan para nabi yang
lain misalnya merekaselalu bersabar atas cobaan yang menimpa mereka, dan
perkara yang mereka tanggung karena allah, seperti ingkarnya pengikut pada nabi
seperti kisahnya nabi Adam dan anak-anaknya, nabi Tsis serta kaumnya, nabi Nuh
dan Hud beserta kaumnya, nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan raja Namrud dan
ayahnya, nabi Ya’qub bersama anaknya, nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya,
nabi Ayyub serta cobaan yang beliau terima dari Allah SWT, nabi Musa bersama
bani israil ketika mereka telah selamat dari laut merah , nabi Isa ketika
bersama para kaumnya yang mendapat hidangan, santapan makanan langsung dari
lagit., dan Nabi Muhammad SAW beserta kaumnya , para sahabatnya ketika membagi
harga ghanimah ( rampasan ) dalam perang hudaibiyah. Kemudian nabi
berkata ; mudah-mudahan Allah mengasihi saudara aku yakni nabi Musa a.s. , ia
telah di coba oleh Allah dengan lebih banyak cobaan dari yang aku terima namun
ia tetap sabar, kemudian hal-hal yang telah dialami oleh sahabat Abu Bakar,
ketika beliau di tinggal mati oleh nabi SAW dan para sahabatnya, kemudian
ketika menghadapi orang-orang yang murtad, kemudian hal-hal yang dialami oleh
para sahabat , seperti berbuat kasarpada orang yang kasar karena perbedaan
pandangan yang terjadi dianatara mereka, kemudian para tabi’in dan pengikutnya
tabi’in sampai sekarang ini. Pada diri mereka mengandung suri tauladan, uswah
yang baik yang patut di contoh sebagai pelajar.
Empat belas, Bertindak dengan menampakkan sunnah-sunnah yang
terbaik dan segala hal yang mengandung kemaslahatan kaum muslimin melalui jalan
yang dibenarkan oleh syari’at agama islam, baik dalam tradisi atau pada
watak.
Seorang ustazd tidak boleh rela, hanya melakukan
perbuatan-perbuatan yang bersifat lahiriah dan bathiniah semata, bahkan ia
harus memaksa dirinya untuk melakukan hal yang terbaik dan sempurna, karena
ustazd merupakan panutan , mereka di pakai sebagai barometer, sumber
rujukan dalam setiap permasalahan yang berhubungan dengan hukum.
Ustazd adalah hujjatullah terhadap orang-orang yang tidak
mengerti ( bodoh ) , dan terkadang gerak gerik mereka selalu
diawasi, dipantau tampa sepengetahuan mereka., sehingga nasehat-nasehat
mereka selalu diikuti, dianut oleh orang yang tidak menegerti.
Apabila ustazd tidak bisa mengambil sebuah manfaat dari ilmu
yang ia miliki sendiri , apalagi orang lain , tentu lebih tidak bisa
memanfaatkan ilmu. Oleh karena itu kesalahan, kekeliruan walaupun hanya kecil
akan berubah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa , karena adanya unsur
saling keterkaitan dari kerusakan itu karena ustazd adalah barometer,
tolak ukur yang sudah barang tentu ia akan menjadi panutan bagi orang
–orangt awam, kalau ia berbuat salah maka ia akan diikuti orang banyak sehingga
menjadi dhollu wa adlollu, sesat menyesatkan lagi.
Lima belas, membiasakan diri untuk melakukan kesunahan yang
besifat syari’at, baik qauliyah atau fi’liyah. Seperti membaca al Qur,an,
zdikir kepada Allah SWT baik didalam hati atau lisan , membaca do’a dan zikiran
kepada Allah baik siag atau malam, menunaikan shalat dan puasa, melaksanakan
ibdah haji kalau memungkinkan dan sebagainya.
Membaca shalawat kepada nabi, mencintainya, mengagungknnya,
memulyakannya, dan memakai etika dan sopan santun yang baik ketika
mendengar nama beliau, dan tradisi-tradisi beliau disebutkan.
Enam belas, Bergaul dengan orang lain dengan akhlaq yang baik
seperti menampakkan wajah yang berseri-seri, ceria, menyebar luaskan
salam , memberikan makanan, menahan rasa amarah dalam jiwa, menahan diri agar
tidak menyakiti orang lain, menanggung dan bersabar apabila disakiti oleh orang
lain, mendahulukan oramg lain, tidak meminta orang lain supaya
mengutamakan dirinya, mengabdi kepada orang lain, tidak mau dirinya dijadikan
sebagai tuan, mensyukuri terhadap kenikamatan yang telah diberikan oleh Allah
kepada dirinya, membuat dirinya sendiri menjadi tenang, berusaha untuk memenuhi
seluruh kebutuhan hidupnya, mempertaruhkan jabatan, pangkat untuk
menolong orang lain , belas kasihan kepada fakir miskin, selalu mengasihi kepada
para tetangga, sanak kerabat, selau mengasihi kepada para murid, menolog
dan berbuat baik kepada meeka. Apabila ustazd melihat sseorang yang tidak bisa
mengerjakan shalat, bersuci dengan sempurna atau keawjiban-kewajiban yang lain,
maka ia memberikan pengarahan, petunjuk dengan lemah lembut, sebagaimana yang
telahdilkaukan oleh nabi kepada orang-orang a’raby ( orang dusun ) ketikaia
kencing di dalam masjid, dan bersama Mu’awiyah bin Hakam ketika dalam keadaan
shalat sambil berbicara.
Tujuh belas, membersihkan hati dan tindakanya dari akhlaq-akhlaq
yang jelek dan diteruskan untuk merealisasikanya dalam perbuatan-perbuatan yang
konkrit dan baik. Termasuk akhlaq yang tidak baik, rendah adalah; hasud,
khianat, marah bukan kaena Allah, menipu, sombong, riya’, membanggakan diri,
supaya didengar orang, pelit, angkuh, tamak, menyombongkam diri sendiri, boros,
bermewah-mewahan, berhias diri dihadapan orang lain, senang di puji oleh orang
lain terhadap sesutau yang tidak pernah ia kerjakan, pura-pura tidak tahu terhadap
aibnya sendiri, selau memperhatikan aib orang lain, urakan, terlalu panatik
pada sesuatu selain Allah ( Ta’assub ), suka membicarakan orang lain,
mengadu domba, berbohobg, berkata jelek, dan menghina orang lain.
Ustazd harus menghindarkan diri dari sifat-sifat yang jelek dan
budi pekerti yang tidak baik, karena sifat yang telah disebutkan di atas
merupakan pintu dari setiap kejelekan, bahkan seluruh kejelekan berawal dan
masuk dari sifat tersbut.
Sebagian para ulama’ dan para ahli fiqh yang mempunyai hati yang
jelek sebagaian bsear di coba oleh Allah dengan sifat-sifat tersebut diatas,
kecuali orang yang di jaga angsung oleh Allah SWT, terutama sifat hasud,
membanggakan diri sendiri ( ujub ) , riya’ dan sombong.
Beberapa obat dari berbagai macam penyakit ini telah
dijelaskandalam kitab yang memuat tentanh halusnya watak ( kutub al raqa’iq ).
Barang siapa yang hendak mensucikan dirinya dari penyakit tersebut, maka
hendaknya ia memiliki kitab tersebut.
Termasuk kitab yang paling penting dan paling halus yaitu kitab
“ bidayah al hidayah “ karya dari imam Al Ghazali r.a.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit hasud adalah ; selalu
berfikir bahwa hasud itu selalu bertentangan dengan allah
Termasuk cara untuk mengobati penyakit ujub adalah selalu
mengingat bahwa ilmu yang diperolehnya , pehaman yang dimilikinya , akal yang
cerdas dan baik, serta kafasihan lisan dalam mengucapkan kata-kata dan
lainnya , segala kenikmatan yang diperolehnya semuanya berasal dari allah
SWT, dan merupakan amanat yang harus dipergang dan dijaganya supaya bisa
menjaga dengan sebaik-baiknya.
Dan ssungguhnya zdat yang memberi amanat tersebut untuk
dititipkan kepada seseorang adalah Zdat yang Maha kuasa, yang mampu mengambil
dan menariknya dari pemiliknya dalam sekejap mata , tiada lain adalah
selain Allah Yang Maha Luhur. Apakah kalian semua sudah merasa aman
dari dari tipu daya Tuhan, maka tidak ada seorang pun yang aman dari daya upaya
Tuhan kecuali orang-orang yang merugi.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit riya’ adalah selalu
berfikir, berangan-angan bahwa semua makhluq yang ada di alam marca pada ini,
dilaut, di angkasa, dan di darat tidak ada yang bisa memberikan manfaat pada
sesuatu yang tidak diputuskan oleh Allah, serta tidak bisa membahayakan
terhadap sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah. Oleh karena itu kenapa dia
menghilangkan, melebur dan menghapuskan terhadap amal ibadahnya sendiri,
membahayakan terhadap dirinya sendiri, melakukan aktifitas, kesibukan dan
berusaha untuk memperhatikan orang yang tidak menguasai, tidak bisa memberikan
kemanfaatan dan bahaya secara hakiki, padahal Allah telah menampakkan niat dan
kejelekan hati pada diri mereka, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam
sebuah hadits :
“Barang siapa yang
mempunyai niatan supaya didengar oleh orang lain, maka Allah akan
memperdengarkannya, dan barang siapa yang memamerkan dirinya , maka Allah juga
akan menampakkan sifat pamer orang tersebut”.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit suka menghina orang lain
adalah selalu berangan-angan terhadap firman Allah yang berbunyi :
“ Dan janganlah
suatu kaum menghina terhadap kaum yang lain, barang kali kaum yang kedua itu
lebih baik dari kaum pertama “.
firman Allah ;
“ Wahai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan engkau dari seorang laki-laki dan perempuan dan
menjadikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya engkau saling kenal
mengena. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara engkau disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa di antara engkau. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyayang. ( Q.S. Al Hujurat; 13 )
Dan firman allah ;
“ dan
janganlah kalian memuji terhadap diri sendiri karena sesungguhnya Allah
lebih mengetahui orang-orang yang lebih taqwa “.
Sebab terkadang orang yang dihina itu hatinya lebih bersih
disisi Allah dan lebih suci tindak tanduknya, amal perbuatannya dan niatnya
lebih ikhlas, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah sya’ir ;
Janganlah engkau
menghina orang yang hina di dunia ini
Terkadang orang
yang hina itu justru lebih mulia
Allah itu merahasiakan tiga perkara dalam tiga perkara
juga, yaitu ;
Satu, kekasih Allah dalam hambanya,
Dua, ridha Allah dalam rasa taat dan taqwa,
Tiga, murka allah didalam maksiat kepada Allah.
Termasuk salah satu kategori akhlaq mardliyyah, akhlaq yang di
ridhai oleh Allah adalah memperbanyak taubat, ikhjlas, yakin, taqwa, sabar,
ridha, qana’ah ( menerima apa adanya ) , zuhud, tawakkal, menyerahkan diri
kepada Allah, hati yang baik, berprasangka baik, memaafkan, budi pekerti yang
baik, melihat hal-hal yang bagus, mensyukuri terhadap nikmat Allah, kasih akung
terhadap makhluq Allah, memiliki sifat malu baik kepada Allah, manusia,
takut dan mengharap kepada Allah.
Mencintai Allah ( mahabbah ila Allah ) salah satu kunci
untuk memiliki sifat-sifat yang baik , rasa cinta, mahabbah kepada Allah akan
bisa diaktualisasikan dengan cara mencintai dan menjalankan tradisi-tradisi
yang telah dijalankan oleh baginda rosulillah SAW, karena allah sendiri telah
berfirman dalam Al Qur’an;
“ Katakanlah hai
Muhammad, apabila kalian semua mencintai Allah, maka ikutlah kalian
kepadaku maka Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni
segala dosa-dosa kalian “.
Delapan belas, senantiasa bersemangat dalam mencapai
perkembanagn keilmuan dirinya dan berusaha dengan bersungguh sungguh dalam
setiap akitivitas ibadahnya, misalnya membaca, membacakan orang lain,
muthalaa’h, mengingat-ingat pelajaran, memberi makna kitab, menghafalkan, dan
berdiskusi dan tidak menyia-nyiakan umurnya dan waktunya sehingga tidak
ada waktu yang terbuang kecuali dalam kerangka thalabul ilmi, kecuali hanya
sekedar untuk keperluan ala kadarnya ( hajatul basyariyah ), seperti makan,
minum, tidur, istirahat karena bosan atau penat, melaksanakan kewajiban
suami istri, menemui orang yang bersilatur rahim, mencari maisyah, kebutuhan
hidup yang diperlukan oleh setiap manusia, sakit, dan sebagainya serta
aktifitas-aktifitas diperbolehkan .
Sebagian ulama’ salaf , mereka tidak pernah meninggalkan untuk
mempelejari, menelaah dan mengkaji kitab salaf hanya karena menderia penyakit
yang tidak terlalu berat ( ringan ), bahkan mereka mengharapkan kesembuhan
penyakitnya dengan belajar, dan selalu melakukan aktifitas ilmu selama
memungkinkan. Rasulullah sendiri telah bersabda :
“
Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dari niat, karena derajat sebuah
ilmu merupakan warisan derajatnya para nabi “.
Keluruhan derajat sebuah ilmu tidak akan bisa diraih oleh
pelajar kecuali dengan kesulitan dan masyaqqat.
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan riwayat dari Yahya Bin
Katsir, ia berkata ; bahwa ilmu tidaka bisa dikuasai hanya
dengan santai dan ongkang-ongkang kaki.
Dalam hadits yang lain juga disebutkan bawa : surga itu selalu
dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu.
Dalam sebuah syi’ir dikatakan , bahwa :
Keluhuran ilmu
tidak bisa engkau kehendaki dengan biaya yang murah
Namun hanya bisa
memperoleh sengatan lebah
Imam Syafi’I r.a. berkata : bahwa kewajiban orang yang ahli ilmu
, orang yang pandai, menguasai banyak ilmu penngetahuan adalah untuk
menyampaikan ilmu yang ia miliki sekuat kemampuanya serta menujmbuh kembangkan
ilmunya, sabar terhadap segala cobaan, rintangan dan sesuatu yang baru
datang ketika dalam pencarian ilmu dan berproses untuk mencari jati
dirinya, selalu di lambarai dengan niat yang ikhlas ketika ia menggapai sebuah
ilmu , baik itu berupa nash ( al Quar’an dan Al Hadits ) atau dalam istimbath
hukum, megambil dalil sebuah hukum berdasarkan syara’, selalu mencintai Allah
SWT dalam rangka membantu orang yang mempunyai ilmu. Nabi Muhammad telah
bersabda : terimalah segala sesuatu yang bisa memberikan nilai anfa’, manfaat
kepada dirimu dan minta pertolonganlah kepada Allah SWT.
Sembilan belas, mengambil pelajaran dan hikmah apapun dri setiap
orang tampa membeda-bedakan status , baik itu berupa jabatan, nasab, umur dan
persoalan yang lainya. Bahkan ia harsu selalu menerima hikmah itu dimanapun ia
berada, karena sesugguhnya hkimah itu adalah iabarat harta benda orang mukmin
yang hilang yang diambilnya dimanapun ia menemukannya.
Sa’ad bin Jubair berkata, seorang lelaki selalu mendapat sebutan
orang yang alim selama ia berusaha untuk belajar, namun apabila ia meninggalkan
belajar dan menyangka bahwa ia adalah orang yang tidak memerlukan, tidak
membutuhkan terhadap ilmu , maka sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh .
Sebagian orang-orang arab membacakan sebuah syi’ir yang berbunyi :
Orang buta bukanlah
orang selalu lama ketika bertanya
orang buta
yang sempurna adalah
orang yang terlalu
lama diam karena kebodohanya sendiri
adalah sekolompok orang dari ulama’ salaf , mereka
mempelajari dan mengambil ilmu hikmah dan menggunakan kesempatan kepada
para santrinya untuk mencari ilmu ilmu yang tidak mereka miliki, kemudian hal
itu dibenarkan oleh golongan para sahabat dan para tabi’in.
Kemudian kabar tersebut telah sampa
juga kepada baginda Rosulullah SAW dengan melalui Ubayy Bin Ka’ab r.a.,
kemudian nabi berkata : aku telah mendapat perintah dari Allah SWT untuk
membacakan kepadamu sebuah surat, yaitu surat lam yaqunillazina kafarauu . Kemudian para
ulama’ berkata bahwa; termasuk faidah dari ayat tersebut adalah orang yang
mulia tidak boleh mencegah untuk menjadi santri, murid, dan mengambil ilmu dari
orang yang lebih mulia.
Al Humady, berkata ; ia merupakan salah satu dari muridnya
imam Syafi’I,. Ia mengatakan bahwa; aku menemani iman Syafi’I mulai dari kota
Makkah sampai ke kota Mesir, aku selalu mengambil hikmah, yaitu aku menanyakan
kepada beliau beberapa masalah , kemudia beliau ( syafi’I ) juga menanyakan
masalah hadits kepada aku.
Ahmad bin Hanbal telah berkata ; Imam Syafi’I berkata kepada aku
, kalian lebih alim, lebih mengetahui tentang ilmu hadits dari pada aku,
oleh karena itu apabila ada sebuah hadits yang shahih tolong sampaikan pada aku
, dan aku akan mengambilnya.
Dua puluh, membiasakan diri menyusun atau merangkum kitab, jika
memang mempunyai keahlian dalam bidang itu, karena apabila hal itu
dilakukan , maka akan membuat seorang guru selalu menelaah, mempelajari hakikat
keilmuan baik yang tersurat atau yang tersirat dan pada akhirnya dapat
memperdalam esensi keilmuan dan juga banyak manfaat yang diperolehnya.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al Khatib aAl Bagfhdadi,
bahwa membuat karya tulis, merangkum, meresume akan menguatkan hafalan
seseorang, mencerdaskan akal fikiran, mempertajam daya nalar , mengembangkan
argumentasi , mengahasilkan nama yang harum, nama yang baik, besar pahalanya
sampai hari kiamat.
Yang paling utama adalah hendaknya menprioritaskan sesuatu yang
manfaatnya lebih umum sehingga bisa untuk dinikmati oleh orang lain, disamping itu
sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas..
Dalam membuat kerya tulis , hendaknya jangan terlalu
memperpanjang pembahasan sehingga menimbulkan kebosanan terhadap orang yang
membaca, tidak terlalu pendek sehingga subsatansinya tidak bisa dimengerti yang
membaca, dan selalu menyerahkan , memberikan karya tulisnya yang layak, pantas
untuk diberikan kepada orang lain. Jangan sampai memberikan karya tulis
tersebut sebelum diteliti, di telaah, dan di tashih dengan baik.
Pada masa-masa sekarang ini ,di antara ummat manusia,
pastilah ada orang yang tidak menghendaki, mengingkari terhadap karya tulis ,
walaupun karangan itu dihasilkan oleh orang-orang keilmuanya sudah tidak perlu
diragukan lagi, dikenal dikalangan masyarakat banyak. Dalam kasus seperti ini tidak
ada alasan yang dapat dibenarkan ,kecuali ia hanya membual pada masa
seperti sekarangf ini. Namu apabila tidak ada satu alasan pun yang bisa dipakai
sebagai pembenar, maka bagi orang yang menekuni karya tulis menulis , mempunyai
profesi sebagai penulis , baik berupa tulisan sebuah sya’ir, cerita-cerita atau
yang lainya, hendaknya ia tidak di tentang, terlebih lagi apabila yang ditulis
adalah sebuah karya yang bisa di ambil manfaatnya, hikmahnya, seperti menulis
ilmu yang berhubungan ilmu syara’ , dan media atau alat yang dipakai untuk
mendalami syari’at agama .
Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai keahlian dalam sebuah
ilmu pengetahuan, maka diharapkan untuk menigngkari dan menentangnya,
karena didalamnya pasti mengandung unsur pembodohan, dan menipu orang
yang membaca karya tulis tersebut, disamping itu ia menyia-nyiakan
waktunya terhadap sesuatu yang tidak bisa menberikan kontribusi dan keyakinan
yang baik pada dirinya , hal ini mestinya lebih layak dilakukan terhadap
dirinya.
BAB ENAM
AKHLAQ USTAZD KETIKA MENGAJAR
Ustazd dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts
dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan
menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai ketika abersama dengan
teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan
untuk mengagungkan, mumuliakan dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk
emnghormati syari’at agama islam dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah,
mendekatkan diri kepada sang penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan
menghidupkan syari’at.
Menyampaikan pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah
dipercayakan kepada seorang ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan
agaman-Nya. Selalu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan
yang benar dan selalu kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk
zdikir kepada Allah, menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk
para ulama’ pendahulu kita ( salafussalihin ).
Ketika ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd
hendaknya berdo’a dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan
disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di
zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung,
pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain
Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada
daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali
dengan pertolonganmu. Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan
kebenaran di lisanku “.
Dan jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya
seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para hadirin dan
duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga sikap dengan
baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila atau duduk di
atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang
mengurangi kewibawaannya, seperti duduk berdesakan denan yang lain,
memeprmainkan kedua tangannya, memasukan deriji yang satu dengan deriji yang
lain, memperhatikan kesan kemari dengan mempermainkan kdua bola matanya tanpa
hajat.
Selain itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari
bersenda gurau dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan
menjatuhkan harga dan martabat seorang ustazd.
Ustazd hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan
lapar, haus dan dahaga. Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu
panas dan dingin yang berlebihan.
Di samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampaakkan
dirinya supaya bis dilihat oleh para santrinya, muri, dan para hadirin supaya
mereka memuliakan seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya, dan
kemuliaannya, serta memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam
shalat. Di samping itu harus berbuat dan nerkata-kata dengan bahasa yang lemah
lembut terhadap orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan
wajah yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin islam
sebagai ungkapan rasa penghormatan, dan melihat kepada para hadirin dengan
tujuan untuk menghormati ala kadanya saja, terlebih lagi terhadap orang yang
mengajak bicara dan bertanya tentang sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka
semua harus didengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi meskipun
merka orang-orang yang masih kecil dan orang hina dina , apabila hal seperti
itu tidak di lakukan oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku
dan perbuatan orang orang yang sombong.
Ustazd sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan
mengucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap
barakah ) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum
muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan, seperti orang yang
memberikan waqaf , kalau memang ada orang yang memberikan waqaf dan sebagainya.
Kemudian di susl dengan memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada
nabi dan para pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum
muslimin.
Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang
paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan
pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan
di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq ( kitab yang memperhalus watak
) supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya seorang Ustazd meneruskan poelajaran-pelajaran yang
belum diselesaikan dengan baik dan menghentikan pelejaran jika sudah selesai
materi pembahasan. Jangan sampai menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa
membingungkan santri, tidak memberikan jawaban yang jelas, baik dalam
masalah agama atau pelajaran dan baru di tuntaskan jawabanya pada materi-materi
yang akan datang . Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan
permasalahan secara mendetaild an menyeluruh atau menundanya sekalian , karena
mengandung unsur mafsadat ( kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang
golongan umum baik, kaum cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga
menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga
kemaslahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping
itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah
forum yang di pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh
memajukan atau menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan
untuk umum.
Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar
kebutuhan, namun yang lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu
melebihi batas sehingga terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan
sehingga para santri, audien sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi
SAW : sesungguhnya nabi mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau
membenci suara yang keras, nyaring.
Namun di dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang
peka pendengarannya, maka tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan
suaranya sehingga ia mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh
berbicara dengqan terlalu cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan
di fikirkan juga oleh para mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka
beliau selalu berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga
bisa di fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu
di ulangi samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dasn
ketika beliau telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan,
atau pokok masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk mengulangi permasalahan, persoalan yang telah beliau
sampaikan.
Seorang Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari
kegaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas
arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila mengadakan
debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain , kemudian orang itu
berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I berkata:
aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada masalah yang
engkau kehendaki.
BAB TUJUH
AKHLAQ GURU TERHADAP SANTRI
Enam, meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi
hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang
dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru
senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan pokok-pokok bahasan atau
dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila diantara mereka memberikan jawaban
benar dan tidak takut atau grogi maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan
kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi
dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan
iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu.
Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa
berterimakasih.
Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya
agar siswa faham.
Tujuh, pabila seorang murid melakukan
sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah
lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya
bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang
tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang
membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi
aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang
dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan
yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah
kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fax / buku-buku maka
jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri
apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana
terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab
dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya,
apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang
seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan
kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri
terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih apabila belum
menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara berurutan. Apabila
diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang maka intrupsikan untuk
meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa diharapkan kelayakannya.
Delapan, hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya
pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya
perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya kerana
itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada yang semangat
dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah keseponanya dan terangkan
kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab itu maka tidak
apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat seperti itu begitu
pula tidak boleh mendahulukan salah seorang murid dengan giliran yang lain dan
mengahirkan yang lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa menambah maslahah
giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
Sembilan, hendaklah lemah lembut kepada para santri dan
menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui
nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik,
mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir ataupun yang batin, jika
diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak seperti melakukan sesuatu yang
haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang sopan baik kepada guru atau
orang lain, ataupun banyak membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul
kepada seseorang yang tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya
dihadapan yang menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya.
Apabila itu semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara
rahasia (tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal
itu belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata
yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa,
maka diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian
kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
Sepuluh,Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan salam
berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan bertakwa. Semua
itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran dunia tehadap hubungan
manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
Sebelas, Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki
murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga denangan
orentasinya atau kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa
akan menolong hamba selam hamba itu mau menolong temannya. Dan barang siapa
memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT pun akan memenuhi semua
kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang miskin, maka Allah akan memudahkan
hisab / hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
Dua belas, apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka
hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila tidak
tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah yang lebih
utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk, apabila
dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan berpergian, maka
perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan itu dan menanyakan
keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a. ketahuilah bahwa santri
yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya, oleh gurunya dunia akhirat. Dari
pada orang kaya dan kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu
ulama’-ulama’ salaf senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi
manusia baik ketika hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi
ilmunya bermanfaat, dan zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka
itu sudah cukup disis Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang
keorang lain kecuali akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh
hadits shohih. Dari Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah
amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan
anak sholeh yang selalu mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang
mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari
ilmu adalah termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam
musholla sendirian “barang siapa bershodaqoh
dengan ini (sholat) maka dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang
mengamalkan ilmu akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama
dari pada solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”. Adapun ilmu yang
bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya itu kepada orang yang
mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik)
terbiasa diucapkan oleh orang yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan
kepada gurunya.
Tiga belas, rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak
didiknya selam dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya
dan lemah lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada
orang miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan
kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang
mengangkatnya.
Empat belas, bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada
murid senior dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam dan
saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu dan
bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan orang-orang tentang dekat
dengannya setelah menjawab salam, menemuinya dengan muka berseri-seri bahagia
ramah dan penuh kasih akung dan melebihkan hal itu terhadap murid yang
diharapkan kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW
bersabda bahwa manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku
dari semua penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka
titiplah pesan kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.
BAB VI
TATAKRAMA SEORANG GURU DIDALAM PELAJARANNYA
Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar (kelas) hendaknya membersihkan
dirinya dari hadast dan kotoran, memakai harum-haruman dan memakai baju
(pakaian) yang selayaknya sesuai dengan mode ketika itu dengan tujuan
mengagungkan nilai ilmu dan menghormati syaria’at. Juga harus berniat
mendekatkan diri kepada Allah dan menyebarkan ilmu serta menegakkan agama Allah
menyampaikan huku-hukum Allah yang diamanatkannya dan diperintahkan
menjelaskannya. Sebaiknya juga bermaksud menunjukkan kebenaran dan
mengembalikan kepada kebajikan. Berniat berkumpul bersama untuk berdzikir
kepada Allah, selain kepada kawan-kawan muslimin dan mendo’akan Ulama’ Salaf.
Apabila dia keluar dari rumahnya sebaiknya berdo’a sebagaimana do’a Nabi
Muhammad SAW
“ Ya Allah…. aku
berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau
tergelincirkan, mendholimi atau didholimi, bodoh atau dibodohi maha mulya
kekuasaan-MU dan agung pujian-Mu tiada Tuhan selain Engkau.
Kemudian berdo’a :
Dengan menyebut
nama Allah, aku beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal
kepada-Nya tiada kekuatan daya upaya kecuali dari Allah. Ya Allah tetapkanlah
hatiku, tunjukkanlah kebenaran pada lisanku, dan ku selalu mengingat-Mu.
Sehingga sampai pada kelas.
Apabila telah sampai dihadapan para hadirin maka hendaknya mengucapkan salam
lalu duduk menghadap kiblat jika memungkinkan dengan tenang dan tawadhu’ serta
khusu’ baik dengan bersila atau yang lainnya yang penting sopan. Dan hendaknya
menjaga badannya dari desakan atau main-main atau memandang kesana kemari tampa
tujuan. Hendaknya juga menjahui gurauan atau banyak tertawa, karena hal itu
mengurangi wibawa atau kehormatan. Tidak boleh mengajar ketka sangat lapar,
haus, susah, marah, ngantuk atau sangat dingin atau sangat panas.
Hendaknya duduk ditempat yang bisa dilihat oleh seluruh hadirin dengan tetap
menghormati hadirin yang lebih senor baik dari segi keilmuan, umur, ataupun
kedudukan. Dan mengutamakan sesuai dengan ukuran sebagai imam sholat. Dan lemah
lembut kepada yang lainnya dan menghormatinya dengan tutur kata yang yang
lembut,wajah berseri-seri dan menghormati.
Hendaknya juga ketika akan berdiri dihadapan pembesar kaum muslimin denga
memulyakannya dan memeandang para hadirin sesuai kebutuhan.menatap wajahnya
pada orang yang diajak bicara walaupun dia lebih rendah karena jika tidak
demikian maka termasuk orang-orang yang sombong
Memulai belajar dengan membaca sesuatu dari Al-qur’an untuk mencari barokah dan
berdoa setelah itu untuk dirinya,para hadirin juga seluruh muslimin dan orang
yang mewaqafkan jika itu memang madrasahtanah waqof sebagai balasan kebaikan
perbuatannya dan tercapai cita-ciyanya.kemudia berlindung kepada Alah dari
syaitan yang terkutuk, menyebut nama Allah dan memujinya, sholawat kepada nabi,
keluarga, serta sahabatnya serta meminta ridho kepada muslimin terdahulu.
Apabila pelajaran itu banyak maka dahulukan yang paling utama dan yang paling
penting. Berawal dari tafsirul Qur’an kemudian Hadits, Usuluddin, Usul Fiqih,
kitab-kitab mazhab, dan nahwu dan diakhiri dengan kitab-kitab kecil agar bisa
dimanfaatkan oleh para hadirin untuk membersihkan hatinya, meneruskan
pelajarannya dengan sesuatu yang terkait, berhenti pada tempat yang seharusnya
berhenti, jangan menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban
dipertemuan yang lain atau mungkin menyebutkan, meninggalkan semuanya karena
itu merupakan matsadah (kerusakan) apalagi pelajaran itu dihadapan orang-orang
tertentu atau orang-orang awam dengan memperpanjang pelajaran sehingga
membosankan / meringkasnya sehingga merasa kurang, jangan membahas satu bab
yang tidak pada tempatnya. Maka jangan mendahulukan dan mengakhirkan kecuali
dipandang ada baiknya.
Jangan mengeraskan suaranya berlebihan tampa ada perlu atau melirihkannya
sehingga tidak terdengar akan tetapi sebaiknya suara itu tidak melebihi satu
majlis dan tidak kurang dari jangkauan hadirin. Sesuai dengan hadits yang
dirwayatkan oleh Khatib al-badadi. Nabi bersabda :
Sesungguhnya Allah
menyukai suara yang lembut dan tidak menyukai suara yang kasar
Apabila ada diantara mereka yang kurang begitu mendengar maka tidak apa-apa
mengeraskan sehingga dia mendengarkannya dan tidak membentak-bentaknya tetapi
mengajar dengan pelan-pelan agar dia berfikir dan mendengarkannya sebagaimana
Nabi SAW merinci kata-katanya agar dapat difahami bagi yang mendengarkannya
beliau juga berbicara satu kalimat bisa diulangi tiga kali untuk memahamkannya
apabila telah selesai pada satu permasalahan maka hendaknya diam sejenak
sehingga dia memulai berbicara lagi.
Menjaga majlis itu dari kesalahan, karena kesalahan bisa merubah kita dan jyga
harus menjaga suara yang keras atau juga tidak membahas sesuatu yang bukan
bahasannya. Imam Robi’ berkata : Bahwa Imam Syafi’I jika didepat oleh seseorang
tentang satu masalah maka beliau berpaling darinya, seraya berkata : aku sudah
pernah membahasnya, kemudian sekarang terserah engkau, dan lemah lembut ketika
perbedaan muncul serta harus bisa mengendalikan emosi.
Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa sanya berdebat itu tidak baik
apalagi sudah jelas-jelas kebenarannya, karena maksudnya berkumpul adalah
mencari kebenaran, membesihkan hati dan mencari faedah oleh sebab itu tidak
layak lagi santri berdebat karena akan menyebabkan permusuhan dan marah. Akan
tetapi seharusnya pertemuan itu adalah ikhlas karena Allah SWT agar mendapatkan
kesempurnaan faedah didunia dan kebahagiaan diakhirat sebagaimana disebutkan
dalam Firman Allah:
Agar tampak suatu
kebenaran dan hilanglah suatu kebatilan walaupun dibenci oleh orang-orang
berdosa.
Karena itu dapat difahami bahwa maksud melenyapkan kebenaran dan
menunjukkan kebatilan adalah sifat bagi orang-orang yang suka melakukan dosa
maka takutlah.
Menekankan untuk mencegah santri yang membahas melampui batas/berlebihan dalam
bertatakrama ketika membahas satu pelajaran, atau tidak mau menyadari setelah
tampak satu kebenaran, atau menjerit-jerit tampa faedah atau kurang sopan
kepada kehadiran yang lainnya atau kepada kawannya yang tidak hadir atau merasa
sombong dihadapan seniornya. Begitu pula harus diperhatikan santri yang tidur
atau yang berbicara dengan yang lainnya / tertawa-tawa dengan salah satu
hadirin atau pun mencari kawan lainnya hal itu telah disebutkan pada bab
“tatakrama santri”
Apabila ditanya terhadap sesuatu yang belum diketahui maka hendaknya, jawab :
“aku tak tahu, aku tidak mengerti karena jawaban itu juga termasuk sebagian
dari ilmu. Dari Ibnu Abbas apabila seorang guru salah dalam mengajar.
Muhammad Bin Hakim berkata : aku bertanya pada Imam Syafi’I tentang nikah
mut’ah, apakah didalamnya juga terdapat thalaq atau warisan atau ada kewajiban
nafkah atau ada persaksian ? maka beliau menjawab : “demi Allah aku tidak tahu”
Ketahuilah bahwa sanya perkataan orang yang ditanyai tentang sesuatu dan
jawabannya “aku tidak tahu” tidaklah mengurangi derajad orang tersebut,
sebagaimana prasangka orang-orang bodoh, tapi bahkan itu mengangkat derajadnya.
Karena sesungguhnya hal tersebut adalah suatu pertanda keagungan (kebesaran)
pengetahuan dan kuatnya agama dan ketakwaan kepada Tuhannya, bersihnya hati dan
baiknya alasan (argumentasi) nya.
Dan argumen (pendapat) tersebut sudah diriwayatkan dari golongan Ulama’-Ulama’
Salaf tedahulu. Dan sesungguhnya orang menganggap semua itu mudah
(meremehkannya) maka dia adalah orang yang lemah agamanya dan sedikit sekali
pengetahuannya. Karena sesungguhnya dia takut jatuhnya martabat/derajadnya
dihadapan orang-orang yang hadir (audiens). Dan kebodohan ini adalah tipisnya
(minimnya) agama orang tersebut. Dan ketika kesalahannya sudah tersebar
(terkenal) antara orang-orang maka sesuatu perkara yang akan membuatnya lari
berpaling pasti menimpanya. Dan dia akan menyikapi terhadap orang-orang dengan
cara menjahui hal tersebut (kesalahannya).
Allah mengajarkan ahlak kepada para ulama’ dengan saripati kisah perjalanan
Nabi Musa dengan Nabi Khidir, ketika itu Nabi Musa tidak menolak untuk menimba
ilmu lagi dikala ditanya “apakah ada orang yang lebih pandai dari pada engkau
dibumi ini?”.
Hendaknya kasih akung ditunjukkan pula kepada orang baru yang hadir dimajlis
itu, mempersilahkan dengan lapang dada, karena orang yang baru datang itu
biasanya asing dan bingung, jangan memandanginya terus karena itu membuat dia
terasa tercela. Apabila salah seorang senior bergegas dalam memecahkan masalah
maka hendaknya menahan dahulu sehingga duduk matang.
Dan apabila dia datang dengan membawa suatu masalah maka jelaskan maksudnya,
apabila salah satu senior menghadap sedangkan waktu telah habis dan jama’ah
bergegas meninggalkan ruangan maka tunggulah hingga orang tersebut duduk
dimajlis agar tidak merasa malu dengan bubarnya jama’ah tersebut. Hendaknya
menjaga perasaan jama’ah tentang waktu yang telah ditentukan baik datang maupun
pulang kecuali ada uzur atau kesulitan. Ketika pelajara mulai usai maka
katakanlah “Wallahua’lam” (Allah lebih mengetahui) setelah sebelum itu
mengucapkan kata-kata yang menunjukkan pada akhir pelajaran seperti kata-kata
“kini kita tutup dulu adapun selanjutnya pertemuan yang akan datang Insya’
Allah” atau senada dengan itu. Agar kata-kata Wallahua’lam ikhlas sebagai
dzikir kepada Allah dan diketahui maksudnya. Hendaknya pula ketika memulai
pelajaran dibuka dengan Basmalah. Agar terasa bahwa mengingat Allah pada awal
dan akhir pelajaran. Hendaknya pula diam sejenak tatkala para hadirin yang
berdiri karena disitu ada beberapa faidah yang tercermin dalam sebuah tatakrama
diantaranya yaitu menghindari desak-desakkan, mengantisipasi bila ada seseorang
yang bertanya. Menghindari desakan kendaraan jika memang membawa kendaraan.
Ketika akan berdiri hendaknya berdo’a sebagaimana yang terdapat dalam sebuah
hadits untuk melebur dosa.
Maha suci Engkau
ya…. Allah dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau dan
aku mohon ampunan serta bertaubat kepada-Mu.
Jika memang tidak menguasai materi maka jangan memegang fak itu atau
mengajarkan sesuatu yang dia tidak tahu karena itu semua termasuk mempermainkan
agama dan merendahkan diri dihadapan manusia Nabi bersabda :
Barang siapa yang
menganjurkan sesuatu yang dia belum tahu bagaikan orang yang memakai baju yang
sangat hina.
Sebagian Ulama’ berkata :
Barang siapa
menampakkan sesuatu yang belum waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.
Dari Abdurrohman RA
berkata :
Barang siapa yang
mencari kedudukan yang belum waktunya, maka dia akan selalu terhina karena
walaupun sedikit dari situ akan nampak beberapa mafsadah (kerusakan) karena
para hadirin akan selalu meneliti kebenaran dan menolongnya dan mencegah orang
yang salah.
Dikatakan Dari Hanifah RA ketika suatu saat disalah satu forum yang ada
dimasjid, mereka saling berdebat tentang bahasan Fiqih maka Abu Hanifah berkata
:
Apakah mereka
mempunyai kepala, mereka menjawab tidak, maka beliau berkata lagi, mereka tidak
akan mengerti selamanya bahwa diantara mereka ada yang benar dan ada yang
salah.
BAB VII
MENERANGKAN TENTANG TATAKRAMA SEORANG GURU BERSAMA MURIDNYA
Dalam baba ini dijelaskan ada 14 macam budi pekerti seorang guru terhadap
murid-muridnya.
PERTAMA
Hendaknya dalam mengajar dan mendidik mereka berharap ridho
Allah dan bermaksud untuk menyebarkan ilmu dan mengeksiskan syari’at dan
mempertahankan kebenaran dan keadilan dan melestarikan kebaikan umat dengan
memperbanyak para ilmuan, dan mengharapkan pahala dari orang yang menyelesaikan
belajarnya dan mengharapkan barokahnya do’a mereka kepadanya dan kasih akung
mereka dan memudahkan masuknya ilmu, antara Rosul SAW dan antara ulama’ dan
menganggap bahwa seorang guru adalah termasuk orang yang menyampaikan wahyu dan
hukum-hukum Allah kepada mahluknya sesungguhnya mengajarkan ilmu termasuk
perkara yang penting didalam agama dan derajad yang tinggi bagi orang-orang
mu’min.
Rosulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya dan
penduduk langit dan bumi sampai semut yang berada didalam lubangnya mendo’akan
kepada seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. Demi sifat hayat-Mu
(Allah ) ini merupakan suatu bagian yang agung, maka mendapatkannya adalah
suatu keuntungan yang besar. Ya Allah janganlah Engkau menghalangi kami dari
ilmu dengan suatu penghalang dan kami mohon perlindungan Mu dari
perkara-perkara yang memutuskan ilmu dan perkara yang mengotorinya dan kendala yang
menghalanginya dan sirnanya ilmu.
KE-DUA
Hendaknya seorang guru tidak tercegah
untuk mengajar muridnya karena tidak ihklasnya niat muridnya itu. Sesungguhnya
bagusnya niat diharapkan dengan barokah ilmu. Sebagian Ulama’ salaf berkata :“kami menuntut ilmu karena selain Allah, maka ilmu itu menolak
kecuali karena Allah” dikatan : makna kaul tersebut adalah
bahwasanya ilmu dapat diperoleh dengan niat karena Allah karena apabila niat
yang ikhlas disyaratkan ketika mengjar para pemula, yang mana mereka sulit
untuk ikhlas, maka hal itu akan menyebabkan hilangnya ilmu dari kebanyakan
manusia. Akan tetapi seorang guru mengajarkan kepada para pemula dengan niat
yang baik-baik secara pelan-pelan, baik ucapan atau perbuatan, dan memberi tahu
kepadanya, bahwa sesungguhnya dengan bagusnya niat dia akan memperoleh derajat
yang tinggi dari ilmu dan amal dan memperoleh anugerah yang baik, dan
memperoleh berbagai macam hikmah dan terangnya hati dan lapannya dada, dan
memdapat kebaikan dan bagusnya keadaan dan lurusnya ucapan dan tingginya
derajad dihari kiamat. Dan seorang guru menumbuhkan rasa senang pada mereka
terhadap ilmu dan mencarinya dengan masa yang panjang dengan menyebutkan apa
yang telah Allah berikan kepada para ulama’ yang berupa derajad yang tinggi,
sesungguhnya mereka adalah pewaris para nabi dan diatas mimbar dari yang
diharapkan para nabi dan syuhada’ selain itu yang menjelaskan tentang keutamaan
ilmu dan ulama’ adalah ayat-ayat khobar, atsar dab syair-syair, dan sebagiannya
telah aku sebutkan pada bab awal. Dan menumbuhkan rasa senang terhadap ilmu
terhadap apa yang ditetapkan untuk mewujudkan ilmu seperti merngkum sesuatu
yang mudah dan secukupnya dengan perkara dunia dengan sibuknya hati perkara
yang berkaitan dengan dunia dan perkara yang menyibukkan fikiran dan memisahkan
keprihatinan dengan sebab dunia.
Maka berpalingnya hati dari berinteraksi (berhubungan)
ketergantungan akan rakus dengan dunia dan memperbanyaknya dan merasa suah akan
terpisah darinya. Maka mengombinasikan (menyatukan) antara hati dan ruhnya
hanya untuk agamanya saja atau untuk kemulyaan dirinya atas kedudukannya dan
lebih sedikit perasaan dan yang lebih penting untuk menghafalkan ilmu dan
menambahinya.
Oleh karena itu sedikit sekali orang yang mendapatkan ilmu
secara sempurna kecuali orang-orang yang ada dalam dirinya sifat faqir
(sederhana), qona’ah (merasa cukup) dan berpaling pencurian dunia dan harta
benda yang fana (fatamorgana / rusak).
KE-TIGA
Hendaknya menyukai
mencari sesuatu (ilmu) sebagaimana yang dia sendiri menyukainya, seperti yang
telah tercantum dalam hadits dan membenci sesuatu terhadapnya sebagaimana
hadits membencinya. Dan bersungguh-sungguh dalam pencarian (ilmu) yang baik.
Dan menggauli para santri sebagaimana dia menggauli sesuatu pada anak-anaknya yang
mulya dengan kasih akung, berbuat baik, sabar atas keras kepala atas kurangnya
sesuatu yang menimpanya dan tidak menjahui / menyendiri dari pergaulan manusia.
Sama saja tatakrama disabagian masa ini, dan membuat alasan sekiranya mungkin.
Dan menkondisikan semua itu dengan nasehat tutur kata yang lembut tak kasar
atau menganiyayanya. Dengan itu semua bertujuan atas pendidikannya yang baik
dan bagusnya akhlaknya dan pekerti tingkahnya. Apabila cara mengetahui
kecerdasan mereka dengan isyarat saja mak tidak ada kebutuhan / gunanya dengan
cara ibarat (mencontohkan) dan apabila belum paham juga kecuali dengan
terangnya ibarat maka didatangkan cara itu tidak apa-apa. Dan menjaga diri
(bertahan) dari semua yang menjelekkan mereka dan bertutur kata yang halus dan
bertatakrama dengan budi pekerti yang luhur dan mensupport (mendorong) nya pada
budi pekerti yang diridhoi dan memberi wasiat (wejangan) dengan perkara-perkara
yang bagus dan atas hukum-hukum syari’at.
KE-EMPAT
Hendaknya mempermudah para santri menyampaikan materi dengan
semudah mungkin dalam pengajarannya. Dan dengan tuturkata yang lembut dalam
memberi kepahaman, apalagi santri itu keluarga sendiri. Oleh karena semua itu
hanya untuk kebaikan tatakrama dan bagusnya pencarian asasfaidah dan menjaga
dari hal-hal yang langka. Dan tidak boleh menyimpan (menyembunyikan) bila
ditanyai sesuatu karena itu adalah bagian dari dirinya, karena terkadang
hal-hal tersebut membingungkan dan membuat bimbang hati, dan berpalingnya hati
dan menyebabkan kegelisahan / kegusaran. Demikian juga jangan menyampaikan
sesuatu yang bukan bidangnya karena itu dapat membekukan hati dandengan
kefahaman. Apabila santrinya bertanya sesuatu dari hal tersebut dan tidak
menjawab dan tidak memberitahunya maka akan membahayakan dirinya sendiri dan
tidak bermanfaat apabila dia (guru) mencegah hal tersebut dari pada santri
bukan karena bakhil (pelit) tapi karena kasih akung dan karena hanya
menyayanginya, kemudian menyukai hal tersebut dalam bersungguh-sungguh dan
karena untuk mendapatkan sesuatu yang disukai atau yang lain. Imam Bukhori
sungguh-sungguh telah mengatakan dalam kitab “Ar-Robbani” bahwasanya beliau
dalam hal mendidik manusia dengan semudah-mudahnya (kecilnya) ilmu sebelum
mengajarkan kepada mereka yang (besar) yag sulit.
KE-LIMA
Hendaknya bersungguh-sungguh dalam pengajaran dan memberi
kepahaman pada santri dengan mencurahkan daya upaya dan menjelaskan materi
walaupun hanya mendekati arti tidak berlebihandan bukan memberatkan hati dan
yang melampaui batas-batas hafalan. Dan menjelaskan sesuatu yang dimana ibarat
hati menjadi terhenti karena telah mengerti arti tersebut. Dan mencari-cari
hitungan seberapa dia telah mengulang-ulangi. Pertama-tama dengan menjelaskan
gambaran masalah-masalah kemudian memberikan keterangan dengan sesuatu contoh
dan menyebutkan dalil-dalil yang berhubungan dengan itu dan meringkas dalam
pemberian gambaran beberapa contoh dan membuat perumpamaan (contoh) bagi yang
belum menguasai materi (belum ahli) untuk kepahaman dalam mencerna (mengmbil)
contoh-contoh dan dalil-dalilnya. Dan menyebutkan dalil dan mengambil dalil
dari orang yang mempunyainya. Dan menerangkan kepada santri yaitu makna (arti)
yang samar hikmahnya. Dan alasan-alasan dan sesuatu yang berkaitan dengan
masalah tersebut berupa asalnya mupun cabangnya. Dan dari salah sangka dalam
masalah tersebut hukum, pengecualian (pemecahan masalah) dan memindah ibarat
(perumpamaan) yang baik cara penyampaiannya, dan jauh dari mengurangi derajad
seorang ulama’, dan bermaksud menerangkan salah faham tersebut berupa nasehat
dan devinisi pemindahan yang benar. Dan menyebutkan sesuatu yang menyamai
dengan masalah-masalah tersebut dan kemudian mempraktekkannya, dan sesuatu yang
membedai dan yang mendekatinya. Dan menerangkan mana yang harus diambil dari
dua hikum dan perbedaan antara dua masalah yang bertentangan. Dan tidak boleh
mencegah menyebutkan suatu lafadz dengan malu dari seorang yang lain. Biasanya
apabila dia membutuhkan pada hal tersebut dan belum menyempurnakan
penjelasannya kecuali dengan menerangkannya, apabila lafadz tersebut berupa
kinayah (kiasan) maka guru harus memberikan kesimpulan hukumnya secara
sejelas-jelasnya dan tidak menjelaskan dengan cara menyebutkan tapi cukup
dengan kinayah pula.
Demikian juga apabila dalam suatu majelis ada seorang yang tidak
layak dalam menyebutkan lafadz tersebut dengan hadirnya rasa malu pada dia atau
secara samar, maka seorang guru harus membuat kinayah dari lafadz tersebut atau
dengan selainnya oleh karena arti-arti itu perbedaan keadaan terdapat dalam
hadits yang biasanya menjelaskan secara detail dan kadang juga dengan kinayah
yang lain. Dan apabila guru sudah selesai pada pelajarannya maka tidak apa-apa
seorang guru menyodorkan (mengemukakan) masalah-masalah yang berkaitan dengan
hal tersebut atas para santri (murid) dengan tujuan sebagai ujian (pengetesan)
dengan hal tersebut kefahaman mereka dan hafalan mereka atas semua yang telah
dijelaskan. Apabila sudah tampak pada mereka pelajar yang kuat kefahamannya
dengan cara mengulang-ulang jawaban yang benar maka berterimakasihlah padanya.
Dan barang siapa belum faham maka guru harus menyuruhnya dengan halus untuk
mengulanginya. Adapun maksud dengan memberikan masalah-masalah tersebut
sesungguhnya santri ketika mereka kadang-kadang malu dari ucapannya (murid)
maka dia belum faham adakalanya untuk menghilangkannya dengan membalas
pengulangannya kepada guru atau untuk mempersempit waktu atau karena malu dari
orang-orang yang hadir atau agar mereka tidak tertinggal dengan membaca dari
yang lain dengan sebab malu itu.
Oleh karena itu seyogyanya bagi guru untuk tidak berkata /
bertanya kepada murid “ apakah engkau sudah faham ? “ kecuali apabila tidak
bermasalah (aman) dari ucapan guru yaitu jawaban “ ya “ yang dijawab murid
sebelum mereka belum faham. Kemudian apabila tidak aman / membuat malu bagi
murid atau yang lainnya maka janganlah bertanya tentang kepahaman karena hal
itu kadang-kadang guru menanyakannya akan terjadi kebohongan ucapan murid
dengan “ ya “ karena sesuatu yang telah jelas dari beberapa sebab.Tapi seorang
guru hendaknya melontarkan permasalahan kepada murid sebagaimana yang telah
disebutkan.
Apabila seorang guru bertanya kepada murid tentang kefahaman
(faham/belum) dan murid menjawab “ ya “ (sudah faham) maka jangan memberinya
permasalahan yang baru setelah itu, terkecuali jika hal tersebut menyebabkan
siswa malu dengan masalah tersebut karena dengan jelasnya perbedaan suatu
jawaban yang dilontarkan siswa. Dan juga seyogyanya bagi guru untuk memerintah
seorang murid dalam mempelajari pelajaran yang mencocokinya.Sebagaimana
keterangan yang akan datang Insya’ Allah, dan dengan pengulangan pelajaran
setelah selesai menjelaskan sesuatu antara mereka (murid) dengan tujuan agar
tetap pada hati mereka dan meresap padanya kefahaman pelajaran. Kerena semua
hal tersebut mendorong atas kesungguhan pikiran dan pengokohan badan (jiwa)
dalam pencarian yang haq (benar).
KE-ENAM
Meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi hafalannya
dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang dianggap
sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru senantiasa
memberikan informasi yang terkait dengan pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil
yang telah dipelajari. Apabila diantara mereka memberikan jawaban benar dan
tidak takut atau grogi maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan
kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi
dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan
iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu.
Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa
berterimakasih.Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya
agar siswa faham.
KE-TUJUH
Apabila seorang murid melakukan
sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah
lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya
bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang
tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang
membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi
aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang
dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan
yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah
kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fak / buku-buku maka
jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri
apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana
terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab
dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya,
apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang
seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan
kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri
terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih apabila belum
menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara berurutan. Apabila
diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang maka intrupsikan untuk
meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa diharapkan kelayakannya.
KE-DELAPAN
Hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya pelajar
dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya perhatiannya
padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya kerana itu semua
menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada yang semangat dan
bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah keseponanya dan terangkan kepada
mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab itu maka tidak apa-apa.karena itu
bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat seperti itu begitu pula tidak boleh
mendahulukan salah seorang murid dengan giliran yang lain dan mengahirkan yang
lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa menambah maslahah giliran itu, apabila
bisa dimaklumi.
KE-SEMBILAN
Hendaklah lemah lembut kepada para santri dan menyebutkan santri
yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui nama-nama mereka, nasab,
asal dan mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik, mengawasi tingkah laku
dan tatakramanya secara dhohir ataupun yang batin, jika diantara mereka tampak
sesuatu yang tidak layak seperti melakukan sesuatu yang haram atau makruh,
kerusakan, malas atau kurang sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun
banyak membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang
tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang
menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila itu
semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara rahasia
(tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal itu belum
bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata yang
lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa, maka
diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian kawan
akrabnya yang akan memojokkannya.
KE-SEPULUH
Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan salam berbicara
yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan bertakwa. Semua itu
sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran dunia tehadap hubungan
manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
KE-SEBELAS
Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki murid-murid,
dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga denangan orentasinya atau
kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa akan menolong
hamba selam hamba itu mau menolong temannya. Dan barang siapa memenuhi
kebutuhan kawannya, maka Allah SWT pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang
siapa membantu orang yang miskin, maka Allah akan memudahkan hisab /
hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
KE-DUA BELAS
Apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka hendaknya
ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila tidak tahu maka
mengutus kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah yang lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk, apabila
dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan berpergian, maka
perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan itu dan menanyakan
keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a. ketahuilah bahwa santri
yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya, oleh gurunya dunia akhirat. Dari
pada orang kaya dan kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu
ulama’-ulama’ salaf senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia
baik ketika hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya
bermanfaat, dan zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah
cukup disis Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang
lain kecuali akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits
shohih. Dari Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya,
kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak
sholeh yang selalu mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang
mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari
ilmu adalah termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam
musholla sendirian “barang siapa bershodaqoh
dengan ini (sholat) maka dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang
mengamalkan ilmu akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama
dari pada solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”. Adapun ilmu yang
bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya itu kepada orang yang
mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik)
terbiasa diucapkan oleh orang yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan
kepada gurunya.
KE-TIGA BELAS
Rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya selam
dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya dan lemah
lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada orang
miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan
kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang
mengangkatnya.
KE-EMPAT BELAS
Bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada murid senior
dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam dan saran apabila
bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu dan bertanya dengan
lemah lembut tentang keadaannya dan orang-orang tentang dekat dengannya setelah
menjawab salam, menemuinya dengan muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh
kasih akung dan melebihkan hal itu terhadap murid yang diharapkan
kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa
manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku dari semua
penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka titiplah pesan kepada
mereka untuk senantiasa berbuat baik.
BAB VIII
Menerangkan tentang tatakrama seorang pelajar dengan buku-buku
sebagai alatnya ilmu dan yang berhubungan dengan cara-cara memperolehnya.
Tatakrama tentang penulisan buku, yang memuat lima macam tatakrama.
PERTAMA
Seyogyanya bagi pelajar (pelajar) berusaha dalam memperoleh
buku-buku yang dibutuhkannya, apabila memungkinkan dengan cara membeli dan
apabila tidak maka dengan cara menyewa atau meminjam karena itu semua merupakan
salah satu alat dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, janganlah menganggap bahwa
menghasilkan buku-buku tersebut dan juga karena banyaknya koleksi-koleksi buku
itu sebagian dari ilmu dan mengumpulkannya akan menambah kepahaman. Sebagaimana
yang telah dilakukan oleh kebanyakan pelajar pada masa ini.
Sungguh indah lantunan syair sebagian orang arab :
¨ Apabila engkau bukan seorang hafal atau
faham, maka koleksi buku-buku engkau tak ada manfaatnya.
¨ Apakah engkau akan berkata dengan orang
bodoh disuatu forum?, sementara ilmu-mu hanya tersimpan rapi di rumah.
Dan jika memungkinkan dalam memperolehnya dengan cara membeli
maka tek perlu repot-repot menyalinnya. Dan tidak sebaiknya menyibukkan diri
sendiri dengan menyalin buku-buku tersebut kecuali hanya karena ada sesuatu
yang menyebabkan kesulitan dalam memperolehnya, juga karena tidak adanya
financial dan upah untuk menyalinnya.
Dan janganlah hanya memperhatikan dalam bersungguh-sungguh
memperbaiki khod (tulisan) kitab tersebut. Dan juga janganlah meminjam bila memungkinkan
untuk membeli atau menyewanya.
KE-DUA
Bagaimana meminjamkan buku kepada orang yang tidak menyebabkan
buku tersebut rusak dalam pinjaman tersebut dari orang yang membahayakan, dan
sebaiknya bagi orang yang dipinjami berterimakasih kepada orang yang meminjami
tersebut. Dan tidak boleh memperlama jangka pinjaman itu dari pada orang yang
dipinjami, selain ada kebutuhan bahkan mengembalikannya dengan cepat-cepat
apabila peminjam memerlukannya. Dan tidak boleh memperbaiki sesuatu apapun dari
kitab tersebut tampa izin pemiliknya dan mengoreksinya.
Dan tak boleh menulis sesuatu apapun pada lembaran putih
(kosong) dipermulaan buku dan juga tak boleh pada akhiran kitab.kecuali jika
pemiliknya merelakannya. Dan tak boleh mencoret-coretnya dengan tinta hitam dan
juga tak boleh meminjamkan pada orang lain. Dan tak boleh menitipkannya pada
orang lain kecuali pada saat dhorurot (terpaksa). Dan tak boleh menyalinnya
tampa seizin pemiliknya.jika pemiliknya mengizinkannya untuk menyalinnya, maka
menyalinnya tersebut pada kertas didalam buku tersebut atau diatas buku
tersebut. Dan tak boleh meletakkan tempat tinta diatas buku tersebut.
KE-TIGA
Jika kita menyalin dari buku tersebut atau muthola’ah (membaca
ulang) maka janganlah meletakkan dalam tanah dalam keadaan terbentang
(terbuka). Tapi meletakkannya antara dua buku atau antara dua sesuatu atau juga
pada rak-rak buku yang telah diketahui (untuk umum keberadaannya). Dengan
tujuan agar tidak terputus jilidannya (bentuknya) dengan cepat. Dan jika
meletakkannya pada tempat berjajar dirak-rak buku, maka jangan pada atas atau
dibawahnya terdapat kayu atau sesuatu yang lain yang sama. Dan jangan
meletakkannya pada tanah agar tidak menjadi lembab atau basah. Dan jika
meletakkannya pada kayu atau yang lainnya maka penempatannya diatas atau
bawahnya terdapat sesuatu yang dapat membenturinya pada tembok atau yang lain.
Dan menjaga cara meletakkannya dengan menimbang (memulyakan)
ilmu pengetahuan, derajat kemulyaan atau pengarangnya serta keagungannya, maka
meletakkannya lebih mulya dari semuanya, kemudian menjaga tempatnya, apabila
terdapat mushaf (Al-qur’an) menjadikannya paling mulya atas semuanya.
Dan yang paling utama menjadikan tempatnya secara tergantung
(diatas) yang mempunyai tali (pengikat) pada paku dan senantiasa membersihkannya
pada permukaan tempatnya. Kemudian setelah Al-Qur’an buku hadist yang mulya,
kemudian tafsir Al-Qur’an, tafsir hadits, usuluddin, usul fiqih, nahwu, shorof,
syair-syair arab, arudh.
Dan sebaiknya menulis nama buku tersebut pada buku tersebut disamping
akhir lampiran dari bawah. Dan menjadikan awal-awal huruf terjemah ini pada
penggir kitab yang didalamnya terdapat lafadz basmalah. Dan adapu faedah
terjemah nama kitab tersebut adalah memudahkan untuk mengetahui buku dan juga
mempermudahkan mengeluarkannya dari antara buku-buku.
Dan apabila meletakkan buku jangan menjadikannya pada pinggir
yang dari arah basmalah dan pada permulaan kitab adalah atas.dan juga
meletakkanya pada sesuatu yang terputus yang besar diatas sesuatu yang terputus
yang kecil.
Dan jangan menjadikan (tempat) almari buku digudang atau
ditempat yang lain seperti gudang. Dan juga menjadikannya sebagai bantal atau
kipas. Dan jangan membatasinya dengan tongkat (kayu) atau sesuatu yang kering
(keras) tetapi harus dengan kertas dan jangan melipat pada pinggirnya
(pojoknya) lembaran atau melipatnya pada dua sisinya.
KE-EMPAT
Apabila meminjam sebuah buku atau membelinya maka telitilah
dahulu pada awalnya, akhirnya, dan tengahnya dan urut-urutannya pada setiap
babnya dan halaman atau lembarnya.
KE-LIMA
Apabila menyalin sesuatu berupa ilmu pengetahuan syari’at maka
sebaiknya dalam keadaan suci dan menghadap kiblat. Suci badan dan pakaiannya
dan juga dengan tinta yang suci. Dan memulainya (menulis) dengan tulisan
basmalah. Dan apabila dalam buku dimulai dengan sambutan yang memmmuat pujian
kepada Allah SWT. Dan sholawat Nabi SAW.penulisan semua itu setelah basmalah.
Dan demikian juga pada akhir kitab dan setiap akhir dari bagian buku dan
setelah menulis sesuatu pada akhir bagian pertama (juz 1) atau bagian kedua
seumpamanya, menulisnya kemudian membacanya. Demikian juga apabila buku belum
lengkap penulisannya. Kemudian menulisnya apabila telah lengkap (sempurna),
maka sempurnakanlah buku fulan (buku ini). Dan didalam itu terdapat
faidah-faidah yang banyak. Dan dimakruhkan pada contoh kalimat Abdullah atau
Abdurrohman ibn fulan dan setiap nama yang dimudofkan (disandarkan) pada lafadz
Allah dan kata ibn fulan pada awalnya akhir. Tetapi sebagian ulama’ mewajibkan
menjahui hal-hal tersebut.
Dan juga dimakruhkan pada penulisan Rosulullah, apabila ditulis
dengan lafadz Rosul awal dan lafadz Allah pada akhir pada awalnyalafadz Rosul.
Demikian juga semua sesuatu yang sama seperti itu dan sesuatu yang penting
(sesuatu yang disangka) jelek/buruk seperti bisa menulis pembunuh dari pembunuh
ibn sofiyah dineraka pada akhir baris dan ibn sofi’yah finnari (dineraka) pada
awalnya atau menulis
(faqoola
) dari
(qouluhu ) di
hadist (syaribul
khomri
) maka menulisnya (faqoola umar
akhor
).
Dan tidak dimakruhkan memisah 2 idhofah apabila tidak terdapat
contoh seperti tersebut. Seperti (subhanallah
) tetapi mengumpulkannya pada permulaan baris. Dan ketika dalam penulisan nama
Allah SWT haruslah mengikuti setelahnya dengan pengagungan seperti
(ta’ala
) atau
(subhanahu
)dan
(wata’ala
) atau (azza wajalla
) atau (tabaro’ wa
ta’ala
) atau (jalla
dzikruhu
) atau (tabaro’ka
ismuhu
) atau (kholaqo izmati
) atau yang sesamanya. Dan ketika menulis nama Nabi SAW maka menulis setelah
lafadz tersebut dengan (assolatu was salaamu
alaihi
) karena telah berlaku kebiasaan ulama’ salaf dan khalaf penulisan (SAW)
tersebut.karena seakan-akan hal tersebut mencocoki firman Allah SWT (solluu
alaihi wa sallimuu
tasliiman
) .
Dan tidak boleh meringkas sholawat dalam hal penulisannya
walaupun sholawat tersebut tertulis secara berulang kali, seperti yang telah
dilakukan oleh orang-orang yang dihalangi dari kalimat Allah maka mereka
menulisnya dengan ( ) atau
( ) maka semuanya
itu tak layak dengan haq (SAW). Dan apabila berlaku dengan penyebutan nama para
sahabat maka menulisnya dengan
(
) apabila itu merupakan anak sahabat tersebut, maka menulisnya dengan
(
).
Dan apabila berlaku dalam penulisannya nama dari salah satu
ulama’ salaf yang terpilih dan para ulama’ yang mulia maka cara mengerjakan
menulisnya seperti hal tersebut diatas, dengan cara menulisnya
(
) dan apalagi bagi para imam-imam / pemimpin-pemimpin yang agung dan para
penunjuk agama islam.
Cara penulisan semua itu apabila penulisan tersebut belum
terdapat (belum tertulis) tulisannya pada awal mula yang dipindah dari asal
tersebut, kerena sesungguhnya semua ini bukanlah suatu riwayat tetapi merupakan
sebuah do’a. dan seyogyanya bagi pembaca untuk untuk membacanya setiap sesuatu
yang telah disebutkan walaupun sesuatu itu belum disebutkan diasal mula yang
terbaca dari buku tersebut. Dan janganlah bosan untuk mengulang-ulang karena
sesungguhnya pada semua ini terdapat kebaikan yang besar dan keutamaan yang
besar pula.
Sempurnalah kitab yang diberinama “Adabul ‘Alimu Wal Muta’alim”
dan bertepatan dengan penyelesaiannya dan pengumpulannya pada saat pagi hari,
hari ahad pada tanggal 22 jumadil at-tsani tahun 1343 H. tuannya para utusan,
tuan kita Muhammad SAW, bagi para keluarga dan syahabat semuanya dan pujian
semata-mata hanya bagi Allah SWT yang menuhani seluruh jagat raya dan Allah
maha suci dan Agung lebih tahu yang benar, dan hanya kepadanya tempat pulang
dan kembali.
19 comments:
Maaf ini adabul alim wal muta'allim karya imam Nawawi ya?
Karya KH. Hasyim Asy'ari
apa bukan karangan muhammad isom hadiq ?
Karya KH.HASYIM ASY'ARI
izin copas...
bagus banget uda lama cari..
Ishom hadiq.. cucu KH. Hasyim asyari.. beliau yg menulis ulang kitab tsb.
Barangkali ada yg versus PDF nya...
Bolehkah saya tau..
Di kitabnya itu beli dimana..
Saya nyari disini tidak ada..
Tolong...
Saya butuh kitab tsb. Untuk penelitian saya
ijin comot dan menyebarkannya ya
izin copas, terimakasih
assalamu'alaikum
boleh minta file pdf nya mba.nuuwuun
Mohoh ijin copy
Syukron Jazzakallahu Khoiron Ahsanal Jazza.
mohon ijin meng copy
Mohon izin copy
izin copas + mohon dimutholaah lagi min untuk pembenahan arti....
izin copas
İzin copas nggeh..
MHN IJIN COPI YA
Post a Comment